FOTO. Anggota Komisi IX DPR RI Muazzim Akbar berdialog dengan warga yang mengurus BPJS Ketenagakerjaan di sela-sela kunjungan kerjanya, kemarin. |
MATARAM, BL - Sebanyak 756.783 orang atau setara 41 persen warga NTB terdaftar menjadi peserta BPJS Ketenegakerjaan hingga akhir Desember 2024.
Jika merujuk potensi cakupan kepesertaan yang mencapai sebanyak 1,8 juta orang di NTB, tentunya cakupan kepersertaan warga NTB dinilai belum ideal.
Sebab, segmen kepesertaan informal masih cukup rendah.
"Dari data yang kami punya, segmen informal ini, hanya 19 persen atau sebanyak 208.558 orang yang terdaftar di NTB," ujar Kepala BPJS Ketenagakerjaan NTB, Bobby Foriawan pada wartawan di sela-sela menerima kunjungan Anggota DPR RI dapil NTB-2 HM. Muazzim Akbar, Jumat 3 Januari 2024.
Ia mengatakan bahwa sejauh ini untuk tingkat kepesertaan segmen formal di NTB sebanyak 72 persen atau 548.225 orang dari potensi yang ada sebanyak 766.637 ribu.
Segmen informal ini terdiri dari penerima upah sebanyak 462.754 atau 78 persen.
"Selanjutnya, jasa konstruksi sebanyak 85.471 atau 50 persen," kata Boby.
Meski demikian, Bobby mengaku, bahwa angka kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan tahun 2024 di NTB sebesar 41 persen, justru mengalami peningkatan sebesar 4 persen atau 83.488 ribu tenaga kerja dari total kepesertaan tahun sebelumnya mencapai sebanyak 673.295 atau 37 persen.
“Sektor informal memerlukan atensi khusus karena lebih rentan terhadap risiko sosial kecelakaan kerja atau kematian, sementara cakupan perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan masih di angka 19 persen,” jelas Bobby
Menurutnya, saat menerima kunjungan Anggota Komisi IX DPR RI HM.Muazzim Akbar, ada sejumlah hambatan yang dihadapi oleh BPJS Ketenagakerjaan. Salah satunya terdapat pekerja NTB baik pekerja formal maupun informal, jasa konstruksi termasuk PMI yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan di luar wilayah NTB sehingga mengurangi coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan NTB.
“Kemudian kurangnya kesadaran pekerja informal atau rentan di NTB untuk melindungi diri dengan program BPJS Ketenagakerjaan secara mandiri,” ungkap Bobby.
Ia mendaku bahwa hingga kini juga masih ada perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta.
Selanjutnya, ada juga perusahaan yang mendaftarkan hanya sebagian pekerja dan melaporkan upah yang tak sebenarnya.
Karena itu, BPJS Ketenagakerjaan setempat sangat mendorong Perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi pekerja rentan seperti petani, nelayan, ojek dan lain sebagainya melalui alokasi APBD, APBDes maupun CSR perusahaan.
"Dengan cara ini diharapkan dapat mendukung upaya pemerintah dalam menekan angka kemiskinan ekstrem," kata Bobby lantang.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI HM.Muazzim Akbar mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan telah menjadi program yang diterima secara luas oleh warga NTB, tapi kesadaran akan pentingnya BPJS Ketenagakerjaan masih minim.
Ia menilai bahwa perlindungan bagi pekerja, termasuk mereka yang bekerja di sektor informal seperti pembantu rumah tangga dan pekerja pariwisata, sangat penting.
Padahal, lanjut Muazzim, BPJS Ketenagakerjaan menawarkan berbagai manfaat, termasuk santunan sebesar Rp42 juta bagi keluarga yang ditinggalkan jika terjadi kematian pada peserta.
"BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan luar biasa untuk pekerja. Ini sangat penting agar semua lapisan masyarakat, termasuk yang bekerja di sektor informal, bisa mendapatkan manfaat tersebut," ujarnya.
Muazzim juga memberi apresiasi sejumlah pemerintah daerah yang telah mengeluarkan peraturan daerah (Perda) untuk mewajibkan pengusaha, baik di sektor formal maupun informal, untuk mengasuransikan pekerjanya.
"Saya berharap, agar lebih banyak pekerja di NTB yang terlindungi dengan bergabung dalam BPJS Ketenagakerjaan," tegasnya.
Namun, Muazzim juga mengingatkan bahwa upaya ini tidak hanya menjadi tanggung jawab BPJS saja.
"Maka, disinilah pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan tokoh masyarakat dalam menyosialisasikan manfaat program ini," tandas Muazzim Akbar. (R/L..).