FOTO. Bambang Mei Finarwanto. |
MATARAM, BL - Lembaga kajian sosial politik M-16 memprediksi Pemilihan Gubernur (Pilgub) NTB pada November 2024 akan diwarnai perang bintang kader parpol yang maju sebagai Calon Kepala Daerah (Cakada).
Mereka akan bertarung bertarung habis-habisan dan all out demi menjaga marwah partai pengusung maupun menghargai dukungan loyalis votternya.
Direktur M-16, Bambang Mei Finarwanto, mengaku bahwa usai gelaran Pileg dan Pilpres 2024, akan mulai ramai kandidat lain yang muncul setelah melihat peta dan mapping politik perolehan kursi di parlemen hasil Pileg 2024.
Namun kontestasi Pilgub NTB 2024 akan terseleksi dengan dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni, popularitas, perhatian pemilih, rekam jejak atau jam terbang yang kurang mumpuni.
Selanjutnya, elektabilitas tidak naik, budget yang tipis kering. Serta, timbulnya kesadaran parpol untuk mengusung kadernya.
"Semisal PDIP yang jauh-jauh hari sudah merekomendasikan para kadernya untuk tampil di berbagai tingkatan Pilkada di NTB tahun 2024 mendatang," kata Bambang pada wartawan, Jumat 5 Januari 2024.
Menurut dia, minimnya calon kepala daerah baru, baik dari kader parpol maupun non partai menyongsong Pilgub NTB 2024 bisa diamati dari fenomena akhir-akhir ini yang tidak mencerminkan ghiroh sebagai petarung yang 'serius'.
"Bisa jadi belum munculnya calon kepala daerah ini karena parpol sedang di sibukkan oleh Pemilihan Legislatif dan Pilpres. Sehingga konsentrasi dan energi politiknya difokuskan di dua moment tersebut," ucap Bambang.
Ia mendaku, bahwa kalaupun hari ini energi dan konsentrasi politik parpol tercurah di momentum Pileg dan Pilpres, tentu ini bagian dari strategi Parpol untuk menaikkan elektabilitas yang tercermin dari raihan kursi DPRD. Baik DPRD Kabupaten/kota, Provinsi hingga DPR RI.
Terlebih, semakin besar jumlah perolehan kursi di parlemen secara signifikan. Hal ini, akan berkorelasi terhadap posisi tawar politik dalam kontestasi Pilkada serentak tahun 2024 mendatang. Utamanya, dalam menentukan papan satu atau papan dua.
"Kalaupun saat ini, sudah dimunculkan beberapa nama yang digadang-gadang bakalan maju dalam Pilgub NTB 2024. Tapi analisa kami, itu hanya sebatas asumsi dan rumor sesaat atau sebatas entertain politik semata," ungkap Bambang.
"Kecuali nama calon tersebut sudah di endors oleh Parpol secara definitif, seperti PDIP misalnya yang menetapkan beberapa kadernya tampil dan maju dalam pilkada serentak 2024," sambung dia.
Bambang melanjutkan, pihaknya memprediksi dalam gelaran Pilkada NTB Serentak tahun 2024 akan banyak Parpol yang akan mengusung kader Ideologis mereka untuk tampil dan maju dalam Pilgub NTB.
Sebab, hal ini adalah bagian dari kaderisasi dan jenjang karier politik. "Parpol sepertinya dalam Pilgub NTB enggan merekomendasikan Calon Kepala Daerah di luar Kadernya. Hal ini tentu untuk meminimalisasi resiko politik dibelakang hari. Ini, karena parpol makin menyadari pentingnya meraih dan merebut kekuasaan politik untuk memperkuat legacy dan citra baik di mata rakyat dan konstituennya," jelas dia.
Terkait calon kepala daerah bukan dari kalangan kader partai politik. Bambang berpandangan, hal ini perlu effort yang lebih untuk menyakinkan owner parpol bahwa kekuatannya tidak sekedar elektabilitas, rekam jejak.
Namun harus disertai komitmen yang kuat plus logistik. "Kontestasi Pilkada perlu biaya yang tidak sedikit untuk menggerakkan semua sumber daya pemenangan, seperti biaya kampanye, APK, saksi maupun operasional lainnya, belum lagi biaya survey, dan lainnya," ulas dia.
Untuk itu, lanjut Bambang, agak sulit membayangkan dan mustahil jika para konstestan Pilkada tidak ditopang oleh biaya politik yang memadai untuk kontestasi Pilkada
"Di pentas politik, gelaran Pilkada tidak sekedar mengandalkan popularitas dan ketokohan semata, karena tidak ada makan siang gratis. Yang ada adalah hubungan simbiosis mutualisme yg saling memahami maksud," beber dia.
Lebih lanjut dikatakan Bambang, bahwa tidak mudah memenangi Pilgub NTB 2024 bagi siapapun yang tampil sebagai Calon Kepala Daerah karena Lanskap jauh berbeda dibanding Pilgub 2018 silamnya. Salah satu terdapat 2,1 Juta Pemilih Pemula/ Swing Votter/ Gen Z , Milenial yang perlu di yakinkan utk memilih dan datang ke TPS .
Ia mencontohkan, lada Pilgub NTB 2018 lalu , suara tidak sah sebesar 84. 361. Dari total pemilih 2,6 jutaan. Sementara Pileg 2019, suara yang tidak sah maupun pemilih golput di Pulau Lombok berkisar hampir 700 ribuan. Jumlah suara tidak sah dan golput berpeluang digarap dalam Pilkada / Pemilu 2024.
"Menggarap suara tidak sah dan pemilih Golput diawal akan menghindarkan kandidat baru ditahap awal langsung head to head dengan petahana. Dengan menghindari head to head di fase awal dengan petahana, kandidat baru tidak akan terjebak pada pola menyiram garam dilautan saat bersosialisasi atau sia sia," tandas Mei Finarwanto. (R/L..).