FOTO. Bohari Muslim |
MATARAM, BL - Komisi V DPRD NTB bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) dan Pemberdayaan Perempuan, meminta pengawasan terhadap para sponsor atau perusahaan yang melakukan perekrutan pada calon pekerja migran Indonesia (PMI) agar lebih diperketat dalam rangka mencegah terjadinya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Anggota komisi V DPRD NTB, Bohari Muslim mengatakan, sejauh ini, masih banyak praktek perekrutan calon PMI di beberapa wilayah di Pulau Lombok, diduga dilakukan secara ilegal oleh oknum pekerja lepas (PL) dari sejumlah perusahaan.
Hal itu menyusul, permintaan PMI dari negara tempatan. Salah satunya, negara Malaysia terbilang tinggi untuk PMI NTB.
"Oknum PL biasanya bermain karena mereka ingin cepat memberangkatkan tanpa mau ribet mengurus dokumen keberangkatan. Ini juga dipicu, sejumlah perusahaan di negara Malaysia kabarnya juga butuh kuota yang banyak PMI NTB. Padahal, pemberangkatan PMI jalur resmi punya mekanisme pendaftaran melalui job order yang terdaftar di Disnakertrans Kabupaten/Kota dan perusahaanya," ujar Bohari pada BERITA LOMBOK, Senin (11/9) kemarin
Politisi NasDem ini meminta agar program sosialisasi PMI Zero Coste untuk pemberangkatan PMI ke Malaysia agar lebih ditingkatkan. Sebab, di lapangan, Bohari menemukan masih banyak oknum PL yang melakukan pungutan liar (pungli) pada masyarakat.
Di mana, masyarakat terpaksa harus membayar dan menuruti kemauan PL, dipicu mereka ingin bekerja ke luar negeri untuk merubah nasib. Mengingat, ketersediaan lapangan pekerjaan di daerah sangat minim.
"Kita minta para PL yang melakukan praktek pungutan liar itu harus ditindak tegas. Kalau tidak diputuskan mata rantai mereka, maka praktek perekrutan PMI ilegal itu akan terus terjadi," tegas Bohari.
Pihaknya mendukung langkah aparat kepolisian daerah (Polda) NTB yang kini serius melakukan penangkapan pada pelaku TPPO di beberapa wilayah di Provinsi NTB.
"Bila perlu kita harus ada rapat bersama antara DPRD NTB, Pemprov dan Pemda kabupaten/kota untuk mendukung penindakan TPPO yang sudah sangat meresahkan ini," kata Bohari.
*Masyarakat Masih Percaya Calo
FOTO. Gede Putu Aryadi |
Sementara itu, Kadisnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, mengatakan bahwa pihaknya juga masih menemukan kasus penempatan PMI non prosedural oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, baik calo atau petugas lapangan (PL) dan sponsor.
“Sebagian besar kasus muncul karena masyarakat lebih percaya pada informasi yang disampaikan oleh calo. Ini menandakan kuatnya mindset lama dari implementasi regulasi sebelumnya,” kata I Gede Putu Aryadi yang dikonfirmasi terpisah.
Ia mencontohkan, pelaksanaan UU Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang masih belum lepas dari bayang-bayang UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Peralihan mindset dari UU Nomor 39/2004 ke UU Nomor 18/2017 belum sepenuhnya karena masih banyak P3MI masih menggunakan UU sebelumnya.
Dulunya memang rekrutmen CPMI dilakukan oleh PL seperti yang diatur pada UU Nomor 39 Tahun 2004, sehingga peran yang dimiliki Dinas sangat sedikit. Namun dengan berlakunya UU Nomor 18 Tahun 2017, maka proses rekrutmen saat ini berlangsung di kabupaten/kota sehingga tidak ada lagi istilah PL.
Sesuai dengan UU Nomor 18/2017, peran pejabat pengantar kerja Dinas untuk membina petugas antar kerja di perusahaan agar memberikan informasi yang benar dan memberi edukasi bagi pencari kerja agar sesuai prosedur bila ingin bekerja ke luar negeri. Hal ini sebagai upaya pemerintah dalam mengurangi jumlah penempatan unprosedural dan tindakan preventif Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO).
“Pemerintah hadir untuk memberikan perlindungan, menjamin kepastian hukum, dan menjalin hubungan baik,” tegas Gede.
Mantan Kadis Kominfotik NTB ini, mengungkapkan saat ini sedang gencar penindakan terhadap kasus TPPO. Sepanjang tahun 2022, terdapat 752 di Indonesia, khusus di NTB ada 4 kasus yang mencuat dan kasusnya sedang diproses hukum.
Modus TPPO paling banyak, yaitu para calo/tekong mengiming-imingi CPMI tempat kerja, pekerjaan dan gaji yang bagus tanpa perlu pengurusan dokumen.
Gede mengajak semua stakeholder terkait bersama asosiasi dan P3MI agar taat aturan. Setiap proses yang dilakukan agar mengacu pada norma dan peraturan yang sudah ditetapkan. “Asosiasi P3MI jangan membuat kesepakatan atau SOP di luar ketentuan yang ada, sehingga bisa merugikan CPMI kita,” ingatnya.
Terpisah, Kepala BP3MI NTB, Mangiring Hasoloan Sinaga menyampaikan PMI yang bekerja di sektor perladangan, baik di Malaysia Timur atau Barat mayoritas berasal dari NTB.
“Kami melihat kegiatan ini sangat strategis, mengingat 92 persen warga NTB bekerja di sektor perladangan kelapa sawit di Malaysia,” ungkapnya.
Mangiring berharap dengan memperkaya modul Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP) dapat memberikan pemahaman pada CPMI yang ingin bekerja sebagai PMI, khususnya di kelapa sawit.
BP3MI berharap ke depannya PMI semakin memahami standar internasional dan kebijakan. Serta memahami kewajiban dan hak di Malaysia baik dalam melindungi diri sebagai pekerja di sektor ladang sawit.
Pada kesempatan yang sama, National project officer International Organization for Migration (IOM) Eni Raitatul Navisa menyampaikan tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan pelindungan hak-hak pekerja bagi warga Indonesia yang mencari pekerjaan di sektor kelapa sawit di Malaysia.
Menurut Eni upaya tersebut dilakukan melalui pengembangan materi pelatihan Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP) yang dilengkapi dengan materi KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), pengawas ketenagakerjaan, organisasi serikat pekerja terkait, LSM, dan lembaga mitra lainnya.
“Berdasarkan data BP2MI, Malaysia masih mendominasi sebagai negara tujuan terbanyak nomor 3 setelah Taiwan dan Hongkong,” ungkapnya.
Sektor kelapa sawit merupakan sektor yang paling diminati oleh PMI. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya pelanggaran dan HAM, seperti kerja paksa, mempekerjakan anak dibawah umur dan pelanggaran lainnya.
Sejak Juli tahun 2023 hingga sekarang, mayoritas pengaduan PMI berasal dari NTB sebanyak 79 pengaduan, dengan wilayah pengaduan dari Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Tengah. (R/L..).