FOTO. Dr. Adhar Hakim. |
MATARAM, BL - Pendiri Lembaga Riset dan Konsultan Kebijakan Publik, Policy plus, Dr Adhar Hakim, mengatakan bahwa masa kerja yang tak lebih dari 1,6 tahun oleh Penjabat (Pj) Gubernur NTB H. Lalu Gita Ariadi, sebaiknya difokuskan untuk menangani sejumlah isu strategis jangka pendek.
Hal ini penting agar dapat menjadi pijakan untuk dapat merumuskan kebijakan jangka panjang. Sejumlah isu yang perlu penanganan serius di lingkup Pemprov. Yakni, normalisasi tata kelola birokrasi, penertiban belanja APBD, hingga merapikan sejumlah isu sosial dan hukum proyek nasional di NTB, seperti ITDC serta mengawal kontestasi politik berupa pilpres, pilgub, dan pileg.
"Siapapun di NTB faham, isu penataan birokrasi selama lima tahun ini cukup krusial. Bayangkan dalam lima tahun kepemimpinan Zul-Rohmi, terjadi proses mutasi hingga sedikitnya 40 kali. Jika dirata-ratakan, terjadi delapan kali mutasi setiap tahun. Angka ini tentu bukanlah angka yang menyehatkan bagi iklim kerja birokrasi," ujar Adhar Hakim pada BERITA LOMBOK melalui pesan WhatsAppnya usai diminta pendapatnya terkait apa yang harus dikerjakan oleh Gita Ariadi, Rabu (20/9).
Mantan Kepala Ombudsman NTB ini, mengaku, perbaikan tata kelola birokrasi harus fokus dilakukan. Sebab, saat ini, sudah mulai muncul kegelisahan dan motivasi kerja birokrasi yang melemah di lingkup OPD Pemprov.
Hal ini dipicu, dalam lima tahun kepemimpinan Gubernur Zulkieflimansyah dan Wagub Sitti Rohmi Djalilah atau Zul-Rohmi, selalu mengedepankan subyektivitas dalam kebijakan mutasi yang telah dilakukannya.
Parahnya,tercatat ada seorang kepala OPD Pemprov yang bergerak mutasi enam kali hanya dalam 2,5 tahun. "Ini kurang mendasar.
Jika mutasi tersebut ditujukan agar kinerja membaik, maka sejumlah pertanyaan menjadi mengemuka. Apalagi, greget kerja birokrasi toh tidak tercermin dalam capaian target goal capaian PAD sejauh ini," ungkap Adhar.
Menurut Adhar tidak optimal kinerja birokrasi Pemprov terlihat juga dari realisasi PAD yang hanya mencapai kisaran 83,69% pada tahun 2022 lalu.
Padahal, setiap gerakan kerja birokrasi terlihat dari ukuran APBD NTB tahun 2022 yang tergambar juga turun dari Rp 5,73 triliun di tahun 2021 menjadi hanya Rp 5, 29 triliun pada tahun 2022.
Selain itu, lanjut Adhar, birokrasi Pemprov juga terlihat tidak menolong upaya menekan angka kemiskinan. Itu terlihat dari prosentase penduduk miskin pada September 2022 justru naik mencapai 13,82%.
"Acuan-acuan ini tak bisa dilepaskan dari greget kerja birokrasi di NTB. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2022 terhadap triwulan sebelumnya hanya tumbuh 0,60%. Jika mutasi sebanyak sedikitnya 40 kali selama lima tahun, lalu greget kerja birokrasi acuannya apa saja," tegas Adhar lantang.
Lebih lanjut Adhar mengungkapkan, tugas besar penjabat gubernur NTB, adalah menormalkan kembali tata kelola birokrasi di lingkungan Pemprov NTB.
Hal ini menjadi prasyarat bagi kembali berputar lancarnya roda kerja untuk menunjang percepatan kerja selama masa tugas penjabat gubernur.
"Tertib tata kelola anggaran juga menjadi pekerjaan rumah Gita Ariadi. Apalagi, di akhir masa tugasnya, Gubernur Zulkieflimansyah masih meninggalkan hutang belum terbayar pada APBD Perubahan Tahun 2022 sebesar Rp 77 miliar. Isu ini belum termasuk curat marut belanja pokok pikiran di lingkungan DPRD NTB yang terkesan mengganggu tata kelola APBD," jelas Adhar.
Oleh karena itu, pasca dilantik oleh Mendagri Tito Karnavian pada Selasa (19/9), Gita Ariadi harus dapat mengembalikan proses tata kelola keuangan agar kembali pada relnya, yakni penggunaan dan perencanaan anggaran yang lebih sehat.
Tak hanya itu, kata Adhar, di depan mata penjabat gubernur juga sudah menunggu tantangan kerja untuk merapikan proses kerja proyek-proyek nasional di NTB, seperti target kerja ITDC di Mandalika.
"Pemilahan positioning Pemprov NTB sebagai developer atau penata keberlanjutan proyek-proyek nasional di ITDC perlu tangan dingin Gita Aryadi," ucap Adhar.
Ia mendesak pada Penjabat Gubernur NTB, agar mulai membiasakan cara berfikir birokrat di NTB sebagai entrepreneurship.
Tak hanya itu, kemampuan Gita Ariadi dalam mengawal dinamika sosial politik kontestasi politik 2024 juga menjadi pertaruhan selama menjabat Penjabat gubernur.
Oleh karenanya, Adhar menyarankan agar Lalu Gita mulai dapat memilah dan menyinergikan posisi penjabat gubernur sebagai jabatan administratif dan tugas-tugas politik strategis.
"Maka, disini penting adanya kekuatan koordinatif dengan pemerintah pusat dan manajerial birokrasi. Selanjutnya, Lalu Gita harus juga mendekatkan sosial dengan tokoh-tokoh politik dan masyarakat NTB. Ini dalam rangka menjadi catatan menarik manakala penjabat gubernur NTB mampu terus menjaga kondusifitas daerahnya," tandas Adhar Hakim. (R/L..).