Oleh: Sirra Prayuna. |
Sinisme, kecaman, cacian dan penghinaan terhadap seorang Presiden oleh RG telah melahirkan respon perlawanan tidak saja oleh relawan Jokowi tetapi juga partai. Tak ayal kemarahan relewan Jokowi dan partai pendukung atas peristiwa tersebut menjadi pemantik gelombang protes di seluruh penjuru negeri. Sementara itu disatu sisi ketika Jokowi diminta konfirmasi oleh awak media diberbagai kesempatan atas peristiwa tersebut, jawabannya santai hanya dengan menyisipkan kalimat pendek " *itu hal kecil, saya kerja kerja saja*.".
Pertanyaanya, apakah begitu sederhana kita melihat persoalan ini, kita mungkin lupa menelisik lebih jauh terkait maksud dan motif pelakunya dan untuk siapa sesungguhnya narasi tersebut dibuat. Pernyataan yang dilontarkan pada kegiatan konsolidasi buruh, apakah dibuat dengan segaja atau tidak atau apakah tidak menjadi bagian dari sebuah disaint politik untuk kepentingan pihak tertentu, lalu siapa yang paling di untungkan di balik peristiwa ini.
Ada 2 hal yang perlu kita cermati bersama;
1. Dilihat dalam persfektif etika politik hukum dan kebudayaan. Peristiwa tersebut tentunya sebagian besar masyarakat akan berpandangan, bahwa tak pantas seorang intlektual menyampaikan pandanganya dengan narasi demikian karena jauh dari tradisi akademik dan cendrung melanggar nilai-nilai budaya adat ketimuran kita. Sementara di lain sisi, sebagian pihak juga menyatakan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi dan dijamin UU menjamin hak kebebasan menyatakan pendapat. Menurut pegiat demokrasi, masyarakat Indonesia harus membaiasakan diri berdialektika akal sehat, argumentasi harus di balas dengan argumentasi.
Jika dilihat dari kedua pandangan yg berkembang di diskusrsus publik maka kita bisa menilainya secara subyektif maupun obyektif, tergantung dari sudut pandang mana kita melihat dan menilainya.
Berbagai pendapat dari para ahli hukum dan bahasa berkembang untuk di simak dalam wacana publik. Para pakar menyampaikan pandaganya dalam persfektif bwrbeda. Dalam aspek hukum, apakah peristiwa tersebut masuk dalam pasal penghinaan, pribadi Jokowi atau masuk dalam katagori pasal penghinaan dalam jabatan penyelenggaraan kekuasaan negara. Bahkan perkembangan yang terbaru menjadi pasal "berita bohong menyebabkan keonaran"
Bukan hal ini menjadi fokus catatan ini. Kita beri kesempatan para pihak penegak hukum bekerja sesuai tupoksinya.
Dalam perkembagan dan dinamika kebangsaan, berbagai elemen relawan keluar menunjukan sikap perlawanan atas ucapan seorang RG dengan melaporkan peristiwa tersebut ke pihak kepolisian di Mabes Polri dan beberapa Polda. Dalam menyelesaikan persoapan mereka telah menempuh langkah hukum karena para relawan menyakini Indonesia adalah Negara hukum dan demokrasi, hukum adalah instrument paling beradab dan bermartabat dalam menyelesiaikan suatu persoalan. Kita ketahui bahwa ada belasan laporan yang telah diajukan, kemudian mabes Polri memutuskan seluruh laporan di tarik ke Mabes Polri.
Namun bukan menjadi fokus dalam catatan ini.
2. Mari kita coba menelisik peristiwa tersebut dalam kontek kepentingan elektoral. Menjelang Pilpres 2024, dinamikanya memang sangat luar biasa. Partai politik sudah jauhbjauh hari memanaskan mesin partainya demikian juga halnya degan relawan pendukung. Seluruh komponen bangsa terkuras energinya mengikuti hingar bingar dinamika sirkulasi kepemimpinan nasional lima tahunan ini. Selaras dengan adanya peristiwa tersebut, pertanyaan yang penting untuk kita jawab, adakah korelasi hubungan sebab akibat antara peristawa RG dengan perhelatan Pilpres yang akan datang.Tentu banyak pandangan dengan bagunan persfektif yg berbeda. Mari kita periksa peristiwa ini. Kita memulai mencari tahu, sesungguhnya ada apa dibalik peristiwa itu. Untuk maksud apa dan kepentingan siapa peristiwa itu. Ditegah proses politik elektoral berjalan, tentunya setiap peristiwa yang tercipta dan diciptakan punya ada motif, maksud dan tujuannya, tidak lahir kujuk kujuk. Secara teoritik setiap peristiwa akan dapat dikapitalisasi oleh kelompok kepentingan untuk maksud dan tujuan tertentu. Suatu peristiwa dapat dijadikan sarana untuk menujukkan kekuatan politik kelompoknya yang dapat dipergunakan sebagai alat bergaint politik atau lebih jauh dari itu sebagai pemukul terhadap lawan-lawan politknya, (Tersirat maupun Tersurat).
Bangkitnya perlawanan dan terkonsolidasinya relawan yang disebabkan oleh suatu peristiwa dapat diterjemahkan sebagai bentuk dukungan, solidaritas dan empati kepada sang pemimpin. Hal ini dapat dijadikan momentum konsolidasi tak direncanakan. Apakah ada dampak positif bagi seorang Jokowi atas peristiwa dan bangkitnya perlawanan tersebut. Jawabanya tentu ada. Sebagai korban penghinaan Jokowi dapat menunjukan kelas kenegarawannya dan tak perlu capek capek menggerakan relawan, mereka bergerak mengkosolidasi diri sendiri tanpa harus di instruksi, di arahkan atapun digerakan. Momentum RG adalah momentum untuk mengkonsolidasi relawan secara nasional di seluruh penjuru negeri guna memeriksa dan memastikan tingkat loyalitas dan soliditasnya relawan pendukung.
Konsolidasi organ pendukung tersebut bukan seganja diciptakan, akan tetapi ada dan bergerak oleh karena sebab momentum. Konsolidasi tersebut mengalir begitu saja, relawan telah menunjukan sikap loyalitas dan soliditas sempurna kepada Jokowi.
Bagaimana jika tidak ada momentum, apakah konsolidasi relawan menjadi relevan untuk dilakukan. Jika kita melihat konsolidasi relawan Jokowi telah memberi efek resonansi cepat dan besar ke seluruh penjuru negeri. Suatu konsolidasi memerlukan alasan yang cukup agar kegiatan konsolidasi tidak di curigai yang dapat melahirkan berbagai spekulasi pertanyaan. Idialnya konsolidasi dilaksanakan tentu ada maksud, untuk apa siapa dan kepentingan apa. Maka dengan demikian momentum RG memiliki muatan dan bernilai strategis dalam kontek politik elektoral 2024.
(Hanya langit langit si pemilik maksud yang memahaminya)
*)Pengacara dan Politikus Tinggal di Jakarta, Mantan Ketua Umum PP IKA Unram