FOTO. Agus (kanan) dan Ihsan Hamid, dua orang peneliti PusDek UIN Mataram.. |
MATARAM, BL - Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik (PusDeK) UIN Mataram angkat bicara terkait sikap para anggota DPRD NTB yang kini terbelah dalam rangka persyaratan pengajuan Rektor UIN Prof. Masnun Tahir untuk bisa diusulkan sebagai Penjabat Gubernur (Pj) Gubernur NTB.
Hal itu menyusul, sejak masa Orbe Baru (Orba) hingga masa Orde Reformasi saat ini, Jabatan Rektor, khususnya di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) tidak pernah berubah atau setara dengan Eselon 1.
Peneliti PusDek, Dr. Agus, M.Si mengatakan, bahwa sebetulnya keterbelahan antar para Anggota DPRD, tidak perlu terjadi jika semua pimpinan DPRD secara utuh memahami sejumlah regulasi yang tersedia.
Menurut dia, dalam kajian dan penelusurannya, dia menemukan regulasi utama pada masa Orde Baru, bahwa terdapat Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1985 tentang Jenjang Pangkat dan Tunjangan Jabatan Struktural menyebutkan, bahwa Rektor itu adalah Eselon I.
"Dan, ketentuan ini belum mengalami perubahan hingga saat ini," ujar Agus dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/8).
Ia mengakui, bahwa pada masa Orde Reformasi, khusus di PTKIN, ada Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa Rektor Universitas di lingkungan Departemen Agama adalah Eselon I. “PMA ini juga sampai sekarang belum ada perubahan,” ucap Agus.
Peneliti Pusdek lainnya, Ihsan Hamid mengatakan bahwa hiruk pikuk tentang apakah Prof Masnun boleh atau tidak jadi PJ.Gubernur NTB, sebaiknya dihentikan saja. Karena sudah jelas dan tegas bahwa jabatan Rektor memenuhi syarat diusulkan sebagai Pj Gubernur NTB berdasarkan regulasi Keppres tersebut.
Karena itu, DPRD NTB sebaiknya lebih Fokus saja menampung dan meneruskan aspirasi publik yang begitu besar terhadap rekomendasi elemen masyarakat yang mengusulkan Prof Masnun sebagai Pj Gubernur NTB.
Apalagi, lanjut Ihsan, fungsi DPRD Provinsi NTB itu, adalah lembaga yang harus mendengar dan memperjuangkan aspirasi masyarakat NTB.
"Prof Masnun merupakan tokoh yang paling tinggi aspirasi publiknya. Sehingga jika tidak diajukan oleh DPRD, maka ada dua permasalahan besar yang terjadi, yakni DPRD Provinsi NTB tidak melaksanakan perundang-undangan yang berlaku, dan tidak melaksanakan aspirasi masyarakat," jelas Ihsan.
Lebih lanjut ia mengajurkan, agar DPRD NTB melaksanakan peraturan perundang-undangan dengan baik, dan melaksanakan aspirasi masyarakat.
“Jika dua pendekatan ini menjadi cara berpikir DPRD, maka saya yakin tidak ada perdebatan di rapat pimpinan dewan tentang pengusulan Pj. Gubernur NTB,” tandas Ihsan Hamid. (R/L..).