MATARAM, BL - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi NTB memberikan sejumlah catatan untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat mengenai penetapan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024.
Terdapat tiga dari tujuh catatan krusial yang ditemukan Bawaslu dalam hasil pengawasan pemutakhiran data dan penyusunan DPT Pemilu yang berjumlah sebanyak 3,9 juta pemilih tersebut.
Pertama, terdapat 112.206 pemilih potensial berpotensi tidak dapat menggunakan hak pilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Ratusan ribu warga itu belum memiliki e-KTP.
Selanjutnya, adanya pemilih di lokasi tambang yang berjumlah sebanyak 5.113 orang yang berpotensi kehilangan hak pilih. Itu menyusul, hingga penetapan DPT Nasional belum ada kebijakan pembuatan TPS Khusus di wilayah pertambangan. Utamanya, pada karyawan PT Aman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
Berikutnya, pemilih di lokasi khusus (Lembaga Pemasyarakatan) yang jumlah warga binaannya bisa berubah-ubah. Yakni, berkurang dan bertambah. Serta, berpotensi tidak menjadi perhatian jajaran KPU dalam menyusun ketersediaan dan sebaran logistik pada saat pemungutan suara.
"Saat penetapan DPT jumlah pemilih lokasi khusus sebanyak 3.807 pemilih," kata Anggota Bawaslu NTB Divisi Pencegahan, Partisipasi, dan Hubungan Masyarakat, Hasan Basri pada wartawan, Kamis (6/7).
Menurut Hasan, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, telah diatur bahwa pada tanggal 14 Februari 2024, merupakan hari libur nasional. Karena itu, seharunya management PT AMNT, dapat meliburkan karyawan mereka.
Hal ini, agar memilih dalam Pemilu yang merupakan hak seorang warganegara dapat terwujud.
"Sejak awal saat FGD dengan KPU NTB, kami dorong agar management PT AMNT harus terbuka. Jangan sampai saat hari-H, enggak yg memilih. Kan kasihan suara pekerja yang ingin mengunakan hak pilihnya terabaikan," tegas Hasan.
Mantan Ketua Bawaslu Kota Mataram itu, mendaku, bahwa pihaknya menyarankan agar hak pilih para pekerja tambang itu agar bisa dipastikan. Salah satu alternatif, adalah bagaimana didirikan adanya TPS di lokasi khusus di wilayah setempat.
Sebab, selama ini, hak pilih para pekerja tambang terkesan terabaikan di berbagai perhelatan ajang pemilu.
"TPS lokasi khusus di tambang PT AMNT itu, bisa saja KPU Provinsi NTB menugasi KPU Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) mengatur para pemilih dengan membagi mereka sesuai asal domisili dan alamat KTP asal mereka. Misalnya, yang berasal dari wilayah kabupaten/kota di NTB bisa mereka memilih dua kertas suara. Yakni, pilihan presiden dan wakil presiden dan anggota DPD RI. Sedangkan, mereka yang berasal dari lintas provinsi, cukup memilih capres dan cawapres," jelas Hasan Basri.
Lebih lanjut diungkapkan Hasan, jika pemilih di daerah tambang bisa dikover dalam TPS Khusus, maka hal itu akan bisa mengurangi adanya potensi pemilih ganda.
Di mana, pemilih di wilayah tambang itu bisa masuk dalam katagori daftar pemilih tambahan atau DPTb.
"Kan tinggal dibagi saja. Enggak mungkin yang angka 5.113 orang pemilih di PT AMNT semuanya berasal dari wilayah NTB. Ini karena, sesuai informasi KPU KSB, prevelensi pemilih di tambang itu, sekitar 2 ribu lebih adalah lintas daerah dan 2 ribu lebih lintas provinsi," ungkap Hasan.
*112.206 Pemilih NTB Belum Miliki e-KTP
Sementara itu, Ketua Bawaslu NTB Itratip mengatakan, bahwa angka sekitar 112.206 pemilih potensial berpotensi tidak dapat menggunakan hak pilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, lantaran belum memiliki e-KTP. Umumnya, adalah para pemilih yang akan berusia 17 tahun saat hari H pencoblosan pada 14 Februari alias milenenial dan GenZ.
Ia menegaskan, bahwa pada Pasal 348 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengharuskan seseorang yang sudah terdaftar sebagai pemilih menunjukkan e-KTP agar bisa mencoblos.
"Basis kedatangan untuk memilih di TPS adalah e-KTP. Kami belum menemukan adanya upaya kongkret dan strategis untuk memfasilitasi percepatan kepemilikan identitas terhadap mereka," tegas Itratip.
Lebih lanjut dikatakan Itratip, pemilih potensial itu, secara umum merupakan pemilih yang belum genap berusia 17 tahun pada saat ini. Ada juga yang sudah berusia 17 tahun, tetapi belum membuat e-KTP.
"Kami meminta ada komunikasi yang lebih serius antara KPU dengan stakeholder terkait untuk pembuatan e-KTP," tandas Itratip. (R/L..).