FOTO. Israil. |
MATARAM, BL - Ciutan terdakwa M Tayeb yang menyebut Bupati Bima, Indah Dhamayanti Putri menerima uang Rp250 juta untuk pelaksanaan program penyaluran bantuan sarana produksi (saprodi) cetak sawah baru tahun anggaran 2016 oleh Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (PTPH) Kabupaten Bima, dipastikan tidak benar.
Bahkan, uraian eksepsi di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Senin (6/2) lalu, telah berdampak negatif kepada kliennya.
"Kami tegaskan, ciutan yang mengalamatkan pada klient kami terkait penerimaan fee proyek dimaksud sama sekali tidak ada," tegas Kuasa Hukum Muhammad, Israil dalam pesan WhatsAppnya, Rabu (8/2).
Menurut dia, jika merujuk keterangan terdakwa maka tidak ada dugaan “fee proyek” dalam kegiatan tersebut. Hal ini termaktub pada keterangan terdakwa atas nama Muhammad, merujuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tertanggal 6 Januari 2022 pada angka 54 dan 55.
Di mana, lanjut Israil, kliennya justru dalam pokok keterangan menerangkan, bahwa tidak mengetahui mengenai adanya fee dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.
"Yang terpenting, klien kami juga menerangkan jika ia sama sekali tidak mengetahui siapa yang menerima dan menyerahkan fee tersebut," kata dia lantang.
Israil menjelaskan, bahwa jika merujuk pada Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Kegiatan Penyaluran Dana Bantuan Pemerintah Perluasan Sawah Program Pengembangan Prasarana Dan Prasarana Pertanian Tahun 2016, juga tidak ada farse yang menyebutkan jika Bupati Kabupaten Bima turut menikmati dugaan kerugian keuangan negara dalam peristiwa hukum ini.
"Ingat BPKP telah mengeluarkan laporan hasil auditnya tertanggal 15 April 2021 lalu, di situ enggak ada sama sekali ada item soal keterlibatan Ibu Bupati Bima," ucap dia mengingatkan.
Terkait adanya dugaan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 5,1 miliar lebih merujuk hasil audit BPKP Provinsi NTB , lanjut Israil, justru, masih belum memiliki kepastian hukum.
Sebab, secara faktual bahwa dana bantuan sarana produksi (saprodi) pertanian senilai Rp. 14 miliar lebih, telah diterima oleh kelompok melalui rekening masing-masing.
Bahkan, terhadap besaran dana yang diperuntukkan untuk pembelian benih padi, pupuk kendang, pupuk cair, pupuk NPK, pupuk urea dan Herbisida tersebut, sejatinya telah dibelanjakan secara langsung oleh petani maupun melalui bantuan pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Holtikultura Kabupaten Bima.
"Sehingga menurut hemat kami, dugaan mengenai adanya aliran dana fee proyek dalam peristiwa ini yang mengalir ke klien kami maupun ke Bupati Kabupaten Bima, merupakan dugaan yang sumir yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," tandas Israil.
*Sudah Dilaksanakan Tahun 2015-2016
FOTO. DA Malik. |
Senada Israil. Kuasa hukum Nurmayang Sari, DA Malik mengatakan, bahwa dana bantuan sarana produksi (saprodi) pertanian merupakan bantuan dana yang diperuntukkan untuk program kegiatan lanjutan (sub-program) dari cetak sawah yang telah dilaksanakan pada tahun 2015 dan tahun 2016.
Selanjutnya, bantuan saprodi pertanian juga sudah ditujukan kepada sebanyak 241 kelompok dengan nilai bantuan mencapai kisaran Rp 14,4 miliar lebih.
Teknisnya, kelompok tani memperoleh bantuan dana melalui rekening yang ditransfer ke masing-masing kelompok. Yakni, melalui Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Nasional Indonesia (BNI) maupun Bank Rakyat Indonesia (BRI).
"Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Kejaksaan Negeri Bima dalam surat dakwaannya dengan Register No. Pds – 10 / Ft.01 / R. Bima / 01 / 2023 tertanggal 17 Januari 2023," ungkap Malik.
Ia mengaku, perlu juga meluruskan ciutan terdakwa M Tayeb yang menyebut Bupati Bima, Indah Dhamayanti Putri menerima uang Rp250 juta untuk pelaksanaan program penyaluran bantuan saprodi tersebut.
Sebab, dugaan penerimaan adanya “fee proyek” dalam kegiatan bantuan sarana produksi (saprodi) pertanian sama sekali tidak benar dan tuduhan tersebut sama sekali tidak ada.
"Basis dasar kami untuk menyatakan tidak ada fee proyek dalam kegiatan tersebut dapat dilihat dari keterangan terdakwa atas nama Nurmayang Sari, S.Hut., sebagaimana Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tertanggal 06 bulan April tahun 2022 pada angka 58," jelas Malik.
Menurut dia, kliennya malah tidak mengetahui adanya fee dalam kegiatan tersebut. Hal ini, merujuk pada Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP. Termasuk, soal kerugian keuangan negara sebesar Rp. 5,1 miliar lebih juga belum sama sekali memiliki sebuah kepastian hukum.
Terlebih, aparat kepolisian dan Kejaksaan Negri Bima juga telah mengusut soal adanya kerugian sesuai audit BPKP, namun belum juga menemukan titik janggalnya.
"Karena semuanya masih serba sumir. Baik tuduhan pada bupati Bima hingga klien kami. Di mana, enggak ada farse yang menyebutkan jika Bupati Kabupaten Bima turut menikmati dugaan kerugian keuangan negara dalam persitiwa hukum ini. Sebaiknya menurut hemat kami, majelis hakim mengabaikan informasi yang belum terkonfirmasi serta mengandung tuduhan itu," tandas DA Malik. (R/L..).