|
MATARAM, BL - Belasan perwakilan guru honorer yang tergabung dalam Forum PPPK Prioritas (P1) di Provinsi NTB, mendatangi kantor DPC PDI Perjuangan Kota Mataram, Kamis (15/12).
Mereka mengadukan kisruh 507 guru honorer SMA/SMK baik yang berasal dari sekolah negeri dan swasta yang hingga kini belum terakomodir sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Padahal, mereka sudah berpuluh-puluh tahun mengabdi sebagai tenaga guru.
Ketua Forum PPPK Prioritas (P1), I Putu Danny S Pradhana, mengatakan pihaknya sebelumnya sudah mengadukan hal ini ke Komisi V DPRD NTB dan direncakan akan ada pertemuan dengan Dinas Dikbud dan BKD NTB dalam waktu dekat ini.
Namun sambil menunggu kejelasan pertemuan itu, pihaknya berinisiatif mendatangi kantor DPC PDIP Kota Mataram yang sudah membuka posko pengaduan terkait perekrutan PPPK baik tenaga guru dan tengah kesehatan (nakes).
Menurut dia, tuntutan mereka sederhana. Yakni bagaimana para guru honorer yang berasal dari sekolah SMA/SMK sederajat di 10 kabupaten dan kota di NTB bisa diakomodir sebagai PPPK. ‘’Kami menyuarakan ini karena hingga saat ini status kami belum jelas sebagai PPPK. Padahal kami sudah mengikuti seleksi passing grade sejak tahun 2021,’’ujar Putu Danny di kantor DPC PDIP Mataram.
Ia menyebutkan, dari 3.930 orang formasi guru yang dibutuhkan, sebanyak 1.373 guru dinyatakan lulus passing grade. Namun ternyata dari jumlah itu hanya 866 orang guru yang mendapat penempatan dan surat keputusan (SK PPPK) dari pemerintah.
Sementara, sisanya sebanyak 507 orang sampai sekarang belum juga jelas mendapatkan SK dan penempatan dari pemerintah. ‘’Inilah yang saat ini kami perjuangkan bersama guru honorer lainnya supaya bisa diakomodir,’’ tegas Putu Danny.
Putu mengaku sangat menyesalkan sikap pemerintah daerah yakni Dikbud NTB serta BKD NTB yang justru membuka formasi baru guru PPPK untuk Prioritas (P2) dan P3 di saat status mereka belum jelas.
"Kami yang 507 guru ini belum jelas diakomodir dalam PPPK, kenapa Kemendikbudristek, Dikbud dan BKD NTB justru membuka formasi baru. Mestinya kan tuntaskan kami dulu baru ke yang lain. Kalau begini dimana keadilannya,’’ tanya Putu.
Sementara itu, Guru SMA Swasta di Lombok Barat, Salbiah mempertanyakan nasib mereka yang hingga kini masih digantung statusnya. Sementara ini usia mereka sudah di atas 40 tahun.
Di mana, rata rata mereka sudah mengabdi sebagai guru ada yang 8 tahun bahkan sampai 20 tahun. Yang membuat mereka sedih lagi, guru lain yang hanya berstatus P2, P3 dan P4 (pelamar umum) berpeluang diangkat dengan hanya observasi.
‘’Umur kami sudah di atas 40 tahun. Dan kami sudah mengabi 8-20 tahun. Air mata kami sudah kering. Kami nyesak melihat P2, P3 bahkan P4 yang hanya melalui observasi akan mendapatkan formasi. Terus bagaimana dengan kami yang sudah lulus passing grade tahun 2021,’’ ujarnya.
Salbiah mendaku, Provinsi NTB salah satu daerah yang formasinya lebih besar dari jumlah yang lulus passing grade. Sehingga tidak ada alasan Pemda tidak mengangkat mereka.
‘’Kedua kami mempertanyakan alasan mengapa yang P1 tidak mendapatkan penempatan. Sementara Pemda justru buka formasi P2, P3 bahkan P4 (pelamar umum),’’ ucap dia.
Salbiah mengaku, heran mengapa Pemprov NTB tidak bisa seperti Kabupaten Lombok Timur yang hanya mengakomodir P1, sehingga tidak membuka formasi yang lain. Mereka juga bertanya bagaimana Pemda menindaklanjuti kebijakan pusat yang mengangkat P1 seluruhnya tahun ini.
Masalah kedua yang mereka hadapi saat ini yaitu mereka masih terkendala masuk di akun SSCN ASN yang sudah mereka punyai sebelumnya. ‘’Kami P1 meminta kejelasan payung hukum yang tertuang dalam Permenpan RB. Kami menolak peraturan baru Kemendikbudristekdikti yang digunakan untuk kami yang lulus P1 thun 2021. Angkat dan SK kan kami harga mati,’’ jelas dia.
Menanggapi hal itu. Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Mataram, Made Slamet mengatakan, pembukaan Posko Pengaduan PPPK tenaga guru dan Nakes yang dilakukan pihaknya, tidak lain adalah bentuk kepedulian partai untuk mengambil peran dalam rangka peduli akan kondisi para guru.
Selain itu, partainya berkomitmen untuk mengamankan kebijakan mulia Presiden Jokowi yang akan mengangkat tenaga guru honorer dan tenaga kesehatan yang masuk PPPK yang sudah lama mengabdi menjadi PNS hingga akhir tahun 2022 ini.
"Posko pengaduan DPC PDIP ini, bentuk kita terpanggil, bahwa peduli tenaga guru jangan hanya di mulut dan menjadi jargon. Sebab, orang hebat lahir dari rahim guru, maka PDIP wajib memperjuangkan hak-hak para guru yang sudah lama mengabdi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," ujar Made.
Sebagai mantan Pimpinan DPRD Kota Mataram. Politisi PDIP itu, mendaku bahwa ia sempat memiliki pengalaman dalam membantu sebanyak 50 orang tenaga guru bantu yang juga terdzholimi oleh sistem saat ini. Padahal, mereka sudah bekerja sudah cukup lama. Namun, saat pemberkasan tenaga Honda menjadi CPNS, mereka malah kalah oleh orang yang baru masuk.
"Saya ikhlas membantu. Ini karena kami enggak ingin ada kembali kebijakan daerah yang mendzolimi warganya. Maka, jika para ibu dan bapak guru datang, itu artinya bapak dan ibu guru layak kita bantu. Tapi tolong saya dibuatkan kronologis persoalan utamanya secara lengkap dan detail. Sehingga, akan bisa saya suarakan ke pimpinan partai di level atas, mulai Anggota DPR RI dapil NTB H. Rachmat Hidayat hingga ke kawan partai yang duduk di Komisi di DPR RI yang membidangi pendidikan. Intinya, kita akan tindaklanjuti ke pusat melalui jalur partai," jelas Made.
*Hubungi Anggota DPR Komisi Pendidikan
Di sela-sela dialog itu. Made sempat menghubungi Anggota Fraksi PDIP DPR RI asal Provinsi Bali, IGN Kesuma Alit. Dalam kesempatan itu, Made melaporkan kondisi tenaga guru di NTB yang tidak terkover dalam formasi PPPK kali ini.
Alit yang berada di Komisi Pendidikan juga mengaku kaget atas masih adanya kisruh sebanyak 507 guru honorer SMA/SMK baik yang berasal dari sekolah negeri dan swasta yang hingga kini belum terakomodir sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Tolong Pak Made, mereka dibantu. Ini enggak boleh dibiarkan karena di Provinsi Bali sudah mulai tuntas soal PPPK tanpa ada gejolak apapun. Nanti, jika sudah ada laporan resmi, saya akan coba bawa dan soundingkan pada rapat internal komisi," kata Alit melalui sambungan telponnya dihadapan para guru honorer itu.
Anggota DPRD NTB itu, lantas meminta perwakilan Forum PPPK Prioritas (P1), agar membuat laporan secara resmi untuk ditindak lanjuti pihaknya.
Sebab, ia merasa prihatin dengan apa yang menimpa para guru di NTB tersebut. Mengingat para guru honorer ini ada yang sudah mengabdi sangat lama, yakni antara 8 tahun sampai 20 tahun
"Silahkan bapak dan ibu sama-sama kita berjuang. Jika memang akan di agendakan di mediasi Komisi V dengan Dikbud dan BKD NTB, maka jalur itu juga silahkan ditempuh karena sudah teragenda. Tapi kalau kami, adalah jalur politis melalui partai untuk membantu menyuarakan hal ini pada kementrian terkait. Apalagi, sebentar lagi saya akan ke Jakarta untuk acara partai. Mohon doanya, semoga bisa saya akan sampaikan aspirasi ini pada komisi di DPR urusan Pendidikan dan Pak Menteri PANRB, Azwar Anas yang juga adalah kader PDIP," tandas Made Slamet. (R/L..).