FOTO. Eksekutif Daerah WALHI NTB, Amri Nuryadin saat memaparkan hasil investigasi terkait dugaan pelanggaran HAM yang terjadi atas sejumlah proyek strategis nasional di Provinsi NTB |
MATARAM, BL - Gabungan LSM dari berbagai organisasi mengecam sejumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang masih terjadi di wilayah Provinsi NTB.
Parahnya, sejumlah pelanggaran itu terjadi saat Hari HAM yang serentak diperingati pada 10 Desember.
Dari catatan gabungan LSM itu, sejumlah pelanggaran itu. Salah satunya dialami empat warga desa yang terdampak pembangunan Proyek Strategis Nasional Bendungan Meninting di Kabupaten Lombok Barat (Lobar).
Eksekutif Daerah WALHI NTB, Amri Nuryadin mengatakan, empat desa yang terdampak proyek bendungan Meninting di Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lobar, yakni desa Bukit Tinggi, Penimbung, dan Desa Gegerung dan Dasan Griya di Kecamatan Lingsar.
Menurut dia, warga yang terdampak tidak hanya dari sisi kesehatan perempuan dan anak.
"Namun terlihat dari sisi kerusakan lingkungan hidup dan ekonomi warga juga hilang akibat proyek bendungan yang dimulai sejak tahun 2019 lalu itu," kata Amri dalam siaran tertulisnya, Minggu (11/12).
Ia mendaku, proyek bendungan Meninting hingga kini, masih dalam tahap pembangunan. Selain itu, pada proses pembangunannya terlihat adanya pembabatan hutan yang sangat luas. Yakni, mencapai puluhan hektar
Bahkan, proses pembebasan ratusan hektar lahan milik warga yang berada di beberapa desa, yakni Dusun Murpadang di Desa Bukit Tinggi. Selanjutnya, Dusun Murpeji di Desa Dasan Griya, justru tidak dilakukan sosialisasi pembangunan dengan melibatkan masyarakat.
"Hasil Investigasi lapangan kami dan SP, menemukan jika sebelum dimulainya proyek pembangunan Bendungan Meninting, banyak warga terdampak yang tidak mengetahui akan rencana pembangunannya. Ini terjadi karena minimnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan sosialisasi pembangunan Bendungan Meninting," jelas Amri.
Kendati pada tahun 2018 telah ada sosialisasi terkait rencana pembangunan Bendungan
Meninting oleh pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) sebanyak tiga kali. Bahkan dihadiri oleh pihak Kejaksaan, Kepolisian, BPN, dan perwakilan dari tiap Desa.
Namun, lanjut Amri, justru banyak masyarakat yang tidak mengetahui rencana pembangunan Bendungan Meninting.
Parahnya, Kepala Dusun Jelateng dan Kepala Dusun Penimbung Timur, juga mengakui bahwa mereka tidak mengetahui akan adanya rencana pembangunan Bendungan Meninting. Sebab, Meraka tidak terlibat dalam sosialisasi tersebut.
"Dari wawancara kami pada salah satu tokoh masyarakat di Desa Geria, ia mengaku tidak pernah dilibatkan dalam sosialisasi pembangunan Bendungan Meninting. Bahkan, pihak desa pun tidak pernah juga melakukan sosialisasi," ujar Amri.
Ia menjelaskan, bahwa Sungai Meninting merupakan sumber air yang digunakan oleh masyarakat empat desa selama ini.
Namun, sejak dimulai proyek pembangunan Bendungan Meninting tahun 2019 lalu, justru . air sungai yang sebelumnya bersih. Kini, menjadi keruh. Hal ini tidak lain karena adanya aktivitas proyek pembangunan Bendungan Meninting.
"Walaupun kondisi air Sungai Meninting berubah menjadi keruh, tapi masyarakat di Desa Penimbung, Desa Dasan Geria, dan Desa Gegerung masih menggunakan air sungai Meninting untuk kebutuhan sehari-hari. Ini karena tidak ada pilihan lain, mengingat mereka tidak memiliki sumur sebagai sumber air bersih," papar Amri.
Dari temuan investigasi Walhi dan gabungan NGO, yakni Solidaritas Perempuan (SP) Mataram, dan SOMASI NTB. Kata dia, air sungai yang mengalir melalui lokasi pembangunan PSN Bendungan Meninting, diduga kuat menyebabkan gata-gatal.
Hal itu, terjadi pada setidaknya sekitar 50 orang anak dan berakibat buruk pada kesehatan 50 orang perempuan.
"Ini belum termasuk adanya sebanyak 20 warganya yang menjadi pembudidaya ikan sesuai informasi Kadus Penimbung Timur, kini kehilangan mata pencahariannya. Mereka beralih profesi menjadi buruh kasar, lantaran kondisi air sungai Meninting yang telah keruh tidak biasa lagi digunakan sebagai sumber air kolam/tambak ikan," ungkap Amri.
Dalam kesempatan itu. Amri juga mengingatkan peristiwa banjir yang terjadi secara tiba-tiba pada Jumat (17/6) tahun 2022 lalu, sekitar pukul 16.00 WITA. Di mana, keadaan cuaca kala itu cerah atau tidak ada hujan. Namun sebanyak 25 Kepala Keluarga di Dusun Buwuh, Desa Mambalan, Kecamatan Gunungsari, justru mengalami kerusakan rumah dan properti.
Parahnya, sawah, kolam ikan Koi milik tiga UMKM yang berada di wilayah sekitar mengalami kerugian mencapai miliaran rupiah, lantaran bibit dan ikan Koi siap panen disapu air banjir tanpa hujan akibat meluapnya proyek bendungan Meninting.
"Momentum hari HAM tahun ini, kami dan gabungan LSM NTB, hanya mengingatkan bahwa Hak Asasi Manusia tidak boleh di pinggirkan atas alasan apapun," tandas Amri Nuryadin. (R/L..).