FOTO. Guru besar Fakultas Hukum Unram, Prof Gatot Dwi Hendro Wibowo (kiri) saat menjadi narasumber kegiatan FGD yang diselenggarakan KPU Provinsi NTB. |
MATARAM, BL - Sebanyak 1.120 warga binaan yang berada di Lapas dan Rutan di provinsi NTB, tidak memiliki data Nomor Induk Kependudukan (NIK) Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ribuan orang itu, dikhawatirkan tidak bisa memiliki hak memilih di Pemilu 2024.
Padahal, kebutuhan pemilih di Lapas dan Rutan, sejauh ini, sama haknya dengan pemilih di luar Lapas.
Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan Kantor Wilayah Kemenkumham NTB, Amam Saifulhak mengatakan 1.120 warga binaan yang tidak memiliki data NIK KTP ini dari 3.457 orang warga binaan yang tersebar di seluruh Lapas dan Rutan yang ada di NTB. Mulai Lapas Mataram, Lapas terbuka, Lapas Selong, Lapas Sumbawa, Lapas Dompu dan Lapas Bima. Kemudian Rutan Praya, dan Rutan Raba Bima.
"Jadi dari 3.457 orang warga binaan di Lapas Rutan yang tidak memiliki NIK itu ada 1.120 orang. Inilah yang perlu segera dicarikan solusi-nya," ujar Amam saat FGD terkait rencana perjanjian kerjasama antara KPU NTB dengan Kanwil Kemenkumham NTB dalam menyukseskan Pemilu 2024 yang berintegritas yang digelar KPU NTB di Mataram, Selasa malam (27/12).
Menurut Aman, sebanyak 1.120 orang warga binaan yang tidak memiliki data NIK KTP tidak jelas ini, sudah tidak ada sebelum mereka menjadi warga binaan di Lapas dan Rutan yang ada di NTB.
Di mana, lanjut dia, mereka bisa saja sebelum masuk Lapas dan Rutan di NTB, justru status mereka merupakan warga dari wilayah lain misalkan dari Aceh, Medan kemudian tertangkap di NTB.
"Jadi, mereka tidak memiliki NIK yang jelas. Artinya bisa jadi data yang diberikan sejak awal di penyidikan juga tidak jelas. Mungkin saja dia pakai samaran ketika itu," tegas Amam.
Ia mendaku, atas ketiadaan NIK KTP warga binaan di Lapas dan Rutan tersebut, pihaknya mendorong Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat untuk segera pro aktif melakukan pendataan terhadap warga binaan tersebut.
Hal ini dimaksudkan, agar pada Pemilu 2024 mereka memiliki hak pilih sama seperti masyarakat lainnya.
Terlebih, pihaknya, sangat membuka diri agar warga binaan bisa mendapatkan pendataan sehingga haknya untuk bisa memilih pada Pemilu 2024 bisa tersalurkan.
"Jadi, kami di Kanwil Kemenkumhan menyambut baik rencana penandatanganan kerjasama yang akan dilakukan Kanwil Kemenkumham NTB dengan KPU NTB untuk bisa mengakomodir warga binaan di Lapas dan Rutan NTB untuk menjadi pemilih pada Pemilu 2024," ungkap Amam.
Hanya saja, seharusnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang harus proaktif untuk mendata warga binaan ini.
"Kalau dulu saat Pemilu 2019 mereka bisa memilih dengan cara mendapatkan surat keterangan domisili dari di mana lokasi Lapas dan Rutan setempat berada," ucap Amam.
FOTO. Jajaran KPU dan Sekretaris KPU NTB bersama pejabat Kanwil Kemenkumham dan Guru besar Fakultas Hukum Unram, Prof Gatot Dwi Hendro Wibowo usai pelaksanaan diskusi FGD. |
Sementara itu, Guru besar Fakultas Hukum Unram, Prof Gatot Dwi Hendro Wibowo yang menjadi narasumber dalam FGD tersebut, mengatakan bahwa tingginya angka golput dalam setiap perhelatan pemilu, baik Pileg, Pilpres hingga Pilkada selama ini, dipicu adanya hak warga negara yang tidak digunakan secara baik.
Padahal, pesta demokrasi lima tahunan itu, harus dimaknai bukan hanya rutinitas. Namun harus menjadi kewajiban dalam rangka peran serta masyarakat untuk perbaikan negeri.
"Maka, kita dorong agar KPU dan Bawaslu selaku pelaksana atau mandat, harus memiliki norma hukum yang standar, sehingga tidak ada lagi celah aturan yang mengalami kekosongan. Disitu, KPU harus klean dan klear dalam hal norma hukum dan aturannya. Utamanya, pada level pusat. Sebab, aturan itu, jika semakin kebawah harus rigit dan jangan ada lagi multitafsir," jelas dia.
Ketua Program Doktoral Fakultas Hukum Unram itu, menyarankan agar tidak ada lagi angka golput tinggi. Salah satunya terjadi pada narapidana di Provinsi NTB, tentunya sosialisasi yang dilakukan oleh KPU harus masif dilakukan.
Karena itu, Prof Bambang mendukung adanya naskah perjanjian kerjasama antara KPU NTB dan Kanwil Kemenkumham dalam menyukseskan pemilu 2024 yang berintegritas.
"Saran saya, siapkan ruang kampanye di dalam Lapas yang menyasar para narapidana. Disitu, KPU nggak usah repot, tinggal aturan yang disamakan antara KPU pusat dan Bawaslu. Sebab, sebelum ada aturan yang baru, maka silahkan saja pakai aturan yang lama. Dan perjanjian kerjasama ini bisa juga jadi solusi agar bisa menekan angka golput di NTB," papar dia.
FOTO. Ketua KPU NTB Suhardi Soud (dua kanan) saat membuka kegiatan FGD didampingi dua orang komisioner KPU dan Sekretaris KPU setempat. |
Terpisah, Ketua KPU NTB, Suhardi Soud mengatakan, ada banyak pemilih dari warga binaan Lapas dan Rutan yang bisa menjadi pemilih pada Pemilu 2024.
"Kami menyadari kebutuhan pemilih di Lapas sama haknya dengan pemilih di luar Lapas. Karena mereka butuh dicerahkan dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang," ujarnya.
Mantan Ketua KPU Sumbawa itu, menegaskan, bahwa dalam Undang-undang syarat paling pertama itu pemilih adalah mereka yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Oleh karena itu warga binaan pun memiliki hak untuk memilih sama, seperti masyarakat lainnya.
"Kami menyadari dalam soal pencalonan itu syarat yang paling pertama itu harus lah WNI. Dan warga binaan pun punya hak yang sama untuk itu. Karena apa kita menganut satu kewarganegaraan, berbeda dengan negara lain yang menganut kewarganegaraan ganda. Untuk itu karena mereka punya hak yang sama, makanya kita tidak ingin seperti kasus yang terjadi di NTT pada Pilkada 2020, ternyata warga negara asing yang terpilih," tandas Suhardi Soud. (R/L..).