MATARAM, BL - Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan M-16 mendorong Pemda setempat menyiapkan museum arkeologi yang akan memberi gambaran utuh bagi generasi masa kini tentang sejarah peradaban masyarakat Suku Sasak yang mendiami Pulau Lombok.
Museum arkeologi tersebut dipastikan tak hanya akan menjadi pusat edukasi, tetapi juga menjadi tempat konservasi, hingga destinasi rekreasi.
“Masyarakat Sasak di Pulau Lombok layak memiliki museum arkeologi mengingat kebudayaan dan cipta karya leluhur Suku Bangsa Sasak yang begitu agung dan kaya. Museum Trowulan di Mojokoerto, Jawa Timur, yang menggambarkan sejarah peradaban Majapahit layak menjadi contoh,” ujar Dewan Pembina Tim Eskspedisi Mistis PDIP NTB dan M-16, H Rachmat Hidayat, Senin (14/11).
Sepanjang akhir pekan ini, Rachmat bersama Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan M-16 menggelar kunjungan khusus ke Museum Trowulan, di Mojokerto, Jawa Timur.
Sekretaris Tim Ekspedisi, Ahmad Amrullah dan Direktur M-16, Bambang Mei Finarwanto turut serta dalam kunjungan tersebut. Ikut mendampingi pula akademisi Universitas Budi Luhur Jakarta, Hakam Ali Niazi.
Rachmat yang juga merupakan Anggota Komisi VIII DPR RI menegaskan, berdasarkan hasil penelusuran Tim Ekspedisi, banyak bukti arkeologi tentang kebesaran dan keagungan cipta karya leluhur Suku Bangsa Sasak yang kini terserak. Keberadaan museum arkeologi akan menjadi salah satu cara untuk menyatukan bukti-bukti arkeologi yang terserak tersebut.
“Akan butuh kolaborasi dan komitmen dari banyak pihak untuk mewujudkan museum arkeologi ini. Sebagai langkah awal, saya akan membuka komunikasi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah,” jelas Rachmat.
Ketua DPD PDIP NTB ini, Haqqulyakin, keberadaan museum arkeologi akan menawarkan wawasan dan pengetahuan yang berbeda, namun menarik untuk diketahui.
Melengkapi apa yang telah dan akan didapat masyarakat manakala berkunjung ke satu-satunya museum milik Pemerintah Provinsi yang kini ada di Kota Mataram.
Di sisi lain, partisipasi dari masyarakat juga dibutuhkan. Terutama mendorong mereka untuk menyerahkan dan menitipkan benda-benda dan bukti-bukti arkelogi sejarah peradaban masyarakat Suku Sasak yang kini berada di tangan mereka.
Dengan begitu, koleksi museum arkeologi tersebut kelak akan menjadi sangat lengkap sehingga tak ada sama sekali kepingan sejarah dan keagungan Suku Sasak yang terlupakan.
Sekretaris Tim Ekspedisi Mistis, Ahmad Amrullah menambahkan, kunjungan ke Museum Trowulan memberi pemahaman kepada Tim Ekspedisi tentang pentingnya pendirian museum arkeologi di Pulau Lombok. Apalagi, setelah hampir enam bulan Tim Ekspedisi Mistis bergerak melakukan hunting penelusuran sejarah leluhur, tak bisa ditampik telah memberikan perspektif sosiologis maupun kultural di balik kisah folklore yang tergali maupun bukti artefak yang ditemukan.
“Keterbatasan resources dan sumber daya yang dimiliki Tim Ekspedisi Mistis menjadikan pentingnya partisipasi yang begitu besar dari para pemangku kepentingan untuk bisa mewujudkan keberadaan museum arkeologi ini,” ungkap pengusaha muda dari Lombok Timur (Lotim) ini.
Kunjungan ke Museum Trowulan juga memberi gambaran, bagaimana sebuah museum arkologi dikelola dan bagaimana koleksi-koleksinya dilengkapi.
Amrullah menegaskan, koleksi yang kini ada di Museum Trowulan banyak juga yang berasal dari masyarakat. Mengingat, bukti-bukti artefak yang ada di museum tersebut tidak melulu berasal dari penelitian, penggalian, dan konservasi. Namun ada pula yang tidak ditemukan dengan tidak sengaja oleh masyarakat atau kelompok masyarakat.
“Dalam hal ini, edukasi untuk mendorong paritisipasi masyarakat juga tentu menjadi sangat penting,” ucap Amrullah.
Terkait tentang partisipasi masyarakat dan publik tersebut, Direktur M-16, Bambang Mei Finarwanto, mengatakan, partisipasi masyarakat tersebut di Museum Trowulan tidak hanya mewujud dalam menyerahkan bukti-bukti arkelogi yang mereka miliki.
Namun juga dalam partisipasi lain yakni dalam bentuk visualisasi sejarah peradaban masa lampau di lingkungan tempat tinggal mereka.
Mantan Eksekutif Daerah Walhi NTB dua periode itu, menjelaskan, Museum Trowulan berada di tengah-tengah Situs Trowulan, yang diyakini merupakan pusat kerajaan Majapahit di masa lampau. Kini, masyarakat yang bermukim di dalam kawasan ini, dengan sepenuh hati membangun gapura dan tembok-tembok, dan dinding rumah mereka, menyerupai kemegahan perumahan masyarakat Kota Raja Majapahit pada masa kejayaannya.
“Gapura, tembok-tembok rumah milik masyarakat di dalam Situs Trowulan ini rata-rata dibangun dengan susunan bata merah. Seperti halnya rumah-rumah warga Kota Raja Majapahit yang mengalami masa kejayaan pada tahun 1350 hingga 1389 Masehi,” kata Bambang.
Alhasil, kata dia melanjutkan, keberadaan gapura, tembok-tembok, dan dinding rumah milik warga tersebut telah menjadi atraksi tersendiri bagi para pengunjung Museum Trowulan.
Sehingga, mereka yang berkunjung ke museum pengetahuannya akan dilengkapi dengan secara tidak langsung mendapatkan aura kehidupan masyarakat Majapahit di masa lampau.
“Dengan partisipasi masyarakat seperti ini maka museum arkeologi akan jauh dari kesan kuno, membosankan, apalagi menjadi tempat angker. Justru sebaliknya, museum arkeologi akan menjadi pusat ilmu pengetahuan yang komplet bagi generasi masa kini,” ungkap Bambang.
Untuk diketahui, dari berbagai literatur penelitian diketahui, Raja Majapahit tinggal di istana yang dikelilingi tembok bata merah setinggi lebih dari 10 meter dengan gapura ganda. Bangunan yang ada dalam kompleks istana memiliki tiang kayu yang besar setinggi 10-13 meter dengan lantai papan yang dilapisi tikar yang halus sebagai alas duduk. Adapun atap bangunan istana terbuat dari kepingan kayu atau sirap. (R/L..).