FOTO. Dr. Irpan Suriadiata. |
MATARAM, BL - Ketua Tim Hukum Pembela Rakyat (THPR), Dr. Irpan Suriadiata, menilai bahwa pernyataan Mantan Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB H Najamuddin Mustafa, justru terlihat menggeser pokok masalah ke hal yang bersifat prosedural.
Padahal, posisi lembaga DPRD, dalam kedudukan dan fungsinya, justru sebagai wakil rakyat. "Wajar, kalau menurut kami bahwa Pak Najamuddin sedang berusaha untuk menggeser pokok masalah sesungguhnya tentang kabar angin tersebut dengan cara mempersoalkan hal-hal yg bersifat prosedural,” ujar dia, Rabu Malam (9/11) dalam siaran tertulisnya.
Irpan menduga Najamuddin sedang memproteksi lembaga dewan dari persoalan yang menjeratnya.
“Tentunya patut diduga bahwa DPRD sedang berupaya untuk memproteksi lembaganya karena alasan spirit de corps. Semestinya jika kabar angin ini ingin clear maka harus dibuka selebar lebarnya dan lebih baik DPRD sesegera mungkin memeriksa pengaduan masyarakat tersebut bukan beropini berkutat pada hal prosedural sehingga dapat mengaburkan makna,” jelas dia.
Irpan mengatakan, seharusnya dari aduan THPR tersebut, DPRD seharusnya menyadari fungsi lembaganya secara baik. Yakni, mereka harus membuka telinganya untuk mendengar, menerima keluhan, pengaduan, dan laporan masyarakat baik yang terang benderang maupun samar samar.
Di mana, lanjut dia, BK DPRD NTB, berkewajiban secara hukum dan moral sesuai fungsinya untuk mendalami, memeriksa memverifikasi setiap pengaduan dan laporan tersebut secara transparan dan akuntabel
“Jadi tidak tepat kiranya ada anggota dewan terhormat berbicara seperti seperti itu degan mengabaikan kedudukan dan fungsi DPRD secara baik,” tegas Irpan.
Menurut dia, merujuk pasal 79 Peraturan DPRD No 1 Tahun 2019 secara tegas disebutkan mengenai kewenangan BK. Salah satunya melakukan verifikasi dan penyidikan terhadap aduan masyarakat bahkan aduan pimpinan dewan.
Hasil penyidikan dan verifikasi tersebut kemudian harus dibawa ke rapat paripurna.
“Kewenangan BK sebagai penjaga moral kelembagaan dewan juga diatur dalam kaidah tersebut sehingga baik buruknya anggota maupun kelembagaan dewan ada sejauh mana BK melakukan proteksi, termasuk terhadap upaya abuse of power,” jelas Irpan.
Oleh karena itu, ia meminta agar lembaga DPRD setempat, tidak menggunakan instrumen hukum pidana untuk mematikan demokrasi dan hak warga.
Senada Irpan. Juru Bicara THPR, M. Ikhwan, mengatakan, laporan tersebut merupakan laporan informasi masyarakat, bukan laporan pengaduan. Sehingga rumor tersebut harusnya ditelusuri oleh BK DPRD NTB.
“Ini kan laporan informasi bukan laporan pengaduan. Sehingga informasi atau rumor tiga oknum dewan tersebut yang harusnya ditelusuri oleh BK. Berbeda sama laporan pengaduan yang wajib menyebut identitas lengkap terlapor,” ujarnya.
Sebagai ilustrasi, Ikhwan mengatakan misalnya ada orang saling bacok yang tidak dikenal. Dia kemudian melapor peristiwa tersebut ke polisi karena menjadi saksi keributan.
“Saya tidak perlu menyebut siapa identitas yang berkelahi, cukup melaporkan ada peristiwa itu ke polisi. Kemudian polisi yang menelusuri informasi itu. Itulah yang disebut laporan informasi,” jelas dia.
Ikhwan mendaku, dalam laporan informasi tidak perlu menyebut identitas terlapor. Itu menjadi tanggung jawab BK DPRD NTB untuk menelusuri.
“Ini laporan tentang suatu kondisi atau keadaan yang diduga terjadi pada anggota DPRD. Tidak mungkin menyebut nama, karena bukan laporan pengaduan ke oknum tertentu,” tandas dia.
Sebelumnya, Mantan Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB, Najamuddin Mustafa, menilai laporan yang dilakukan Tim Hukum Pembela Rakyat (THPR) ke BK DPRD NTB sangat prematur.
Itu karena Fihiruddin yang sebelumnya bertanya soal rumor tiga oknum dewan NTB ditangkap mengkonsumsi narkoba, masih sebatas dugaan tanpa menyebut nama oknum tersebut.
Sehingga, Najamuddin menilai laporan THPR ke BK DPRD NTB tidak bisa ditindaklanjuti, karena masih prematur. (R/L..).