MATARAM, BL - Penggunaan politisasi SARA (Suku, Agama, Ras dan antar golongan) pada perhelatan Pemilu 2024 dinilai masih sangat berpotensi terjadi.
Maka dalam rangka itu, Bawaslu Provinsi NTB mulai dari sekarang bergerak melakukan langkah-langkah pencegahan penggunaan politisasi SARA.
Salah satu upaya pencegahan yang dilakukan Bawaslu NTB yakni dengan mengajak semua elemen masyarakat di tingkat desa untuk berkomitmen menolak segala bentuk politisasi Sara pada pemilu 2024 mendatang.
Desa Lingsar, Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu desa yang dipilih sebagai desa percontohan anti politik Sara.
"Kenapa kami pilih Desa Lingsar, karena kita tahu sejarah dan budaya persaudaraan antar agama di sini sangat bagus. Kerukunan seperti ini yang kita harapkan terjadi juga pada pemilu 2024 mendatang," kata anggota Bawaslu Provinsi NTB, Hasan Basri, Sabtu (26/11) kemarin.
Lebih jauh disampaikan Hasan, kenapa pihaknya memberikan atensi pada potensi penggunaan isu Sara.
Sebab pihaknya tidak ingin pengalaman pemilu 2019 lalu, di mana terjadi polarisasi politik berdasarkan agama cukup kuat, akan terulang kembali pada pemilu 2024 mendatang.
"Politisasi Sara itu membekas dan melekat sekali, bahkan sangat terasa sampai sekarang. Nah pada pemilu 2024 tidak tertutup kemungkinan terjadi lagi digunakan oknum-oknum yang tidak memiliki semangat nasionalisme. Kita harapkan polarisasi politik berdasarkan Sara pada pemilu 2019 lalu tidak terulang lagi di pemilu 2024 ini," jelas dia.
Mantan Ketua Bawaslu Kota Mataram ini, mendaku, bahwa bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang sangat majemuk, di mana di dalamnya hidup banyak agama, suku, ras dan golongan.
Semua warga negara apapun latar belakangnya memiliki hak yang sama di pemilu 2024 nanti.
"Siapapun warga negara itu, punya hak yang sama untuk di pilih dan memilih. Mau dia Agam apa saja, suku apa saja, karena itu dijamin konstitusi, dan kita bisa hidup bergandengan dengan Pancasila. Lantas kemudian kalau soal akidah saja bisa kita bergandengan tangan, masa perbedaan pilihan politik kita tidak bisa bergandengan tangan, karena berbeda pilihan kemudian tidak saling tegur sapa," papar Hasan.
Oleh sebab itulah pihaknya berharap dimulai dari Desa Lingsar ini mencegah dan meminimalisir potensi politik Sara.
"Kita harus punya komitmen bersama bahwa pemilu ada hajatan demokrasi lima tahunan sekali. Tapi persaudaraan, persatuan tidak terpecah belah. Maka, agar itu tidak terjadi, maka salah satu yang kami lakukan, Deklarasi Desa anti Politisasi Sara yang pertama di NTB, di Lingsar ini," tegas Hasan.
Sementara itu, Kepala Desa Lingsar, Sahyan menjelaskan, bahwa selama ini kerukunan warganya meskipun sangat terjalin kuat meskipun hidup berdampingan dengan perbedaan agama.
Kerukunan tersebut merupakan wariskan leluhur nenek moyang Desa Lingsar yang sampai saat ini terus dipertahankan.
"Kami sebagai pemerintah Desa tentu akan terus menjaga kerukunan antar ummat beragama di warga kami ini kedepannya."
"Salah satu upaya kami, dengan terus duduk bersama, bersilaturahmi, dan saling menjaga ketika ada kegiatan ritual keagamaan, baik di ummat Islam maupun ummat Hindu. Dan Alhamdulillah, setiap pemilu di Lingsar ini, tetap aman kondusif dan lancar," tandasnya. (R/L..).