FOTO. Dekan FDIK UIN Mataram, Dr M. Saleh Ending (kiri) saat menyampaikan paparannya pada diskusi yang diselenggarakan oleh Bawaslu Kota Mataram. |
MATARAM, BL - Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Dr M. Saleh Ending, memprediksi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 masih diwarnai politik identitas.
Menurut dia,bakal ada sejumlah kelompok yang menggunakan politik identitas untuk mencapai tujuannya di Pemilu 2024.
Terlebih, dari pantauannya, justru banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi namun tidak rasional dalam politik.
"Kelompok itu, jauh tidak lebih rasional dari masyarakat desa dan dusun yang memilih seseorang pemimpin karena apa yang sudah figur itu lakukan. Jadi, kalangan intelektual tinggi itu, adalah bagian dari kelompok tertentu yang mencoba untuk menggunakan narasi politik identitas sebagai alat politik yang efektif dan murah meriah untuk mereka," jelas Saleh Ending saat menjadi narasumber pada Penguatan Literasi Pengawasan Tahapan Pemilu Tahun 2024 melalui Media Massa ya b diselenggarakan oleh Bawaslu Kota Mataram di Hotel Lombok Plaza, Kota Mataram, Rabu (5/10).
Menurut salah satu Tim Seleksi Komisioner Bawaslu NTB itu, praktik yang disuguhkan oleh orang yang berpendidikan tinggi namun tidak rasional itu, dipicu karena perubahan umur, dan perannya di masyarakat sudah berkurang.
"Mereka itu bermain di sejumlah grup WhatsApp dan kanal media sosial dengan konten khusus untuk mempengaruhi perilaku psikologi masyarakat agar tidak menyukai pemimpin melalui unggahan berita yang tidak bisa dipertanggung jawabkan sumbernya," kata Saleh Ending.
Ia menyakini, di Pemilu 2024, kelompok-kelompok tertentu akan terus mencoba untuk menggunakan narasi politik identitas sebagai alat politik yang efektif dan murah meriah untuk kepentingan mereka yang sangat haus akan kekuasaan.
Terlebih, pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak melakukan upaya netralisasi yang sistematis terhadap dinamika politik identitas yang timbul di tengah masyarakat.
"Politik identitas ini, pandangan saya juga masih cukup relevan dan sangat efektif untuk memobilisasi pemilih. Padahal, penggunaan narasai politik identitas justru tidak memberi nalar yang sehat dalam konteks demokras dan bagian dari pembodohan umat," ujar Saleh Ending.
Untuk itu, bagi semua penyelenggara pemilu, baik KPU hingga Bawaslu, politik identitas ini adalah tantangan dalam penyelenggaran Pemilu Serentak 2024.
Karena itu, kolaborasi dengan menggandeng semua stakeholder harus terus dilakukan. Salah satunya, adalah membuka ruang publik melalui literasi dan edukasi dalam setiap tahapan harus intensif dilakukan.
"Sikap ingin menguasai negara pada kelompok tertentu itu tinggi, di sini harus ruang terbuka dalam rangka mengedukasi rakyat di kampus, lingkungan, kelurahan, hingga komunitas harus dilakukan. Hal ini agar kekuatan civil society dapat terbentuk untuk melawan kekuatan politik identitas itu," tandas M. Saleh Ending. (R/L..).