FOTO. Wagub Sitti Rohmj Djalilah saat memimpin rakor pengembangan EBT yang dihadiri OPD lingkup Pemprov dan jajaran PLN NTB. |
MATARAM, BL- Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi salah tantangan tersendiri tidak hanya bagi PLN selaku penyedia tenaga listrik, namun juga seluruh stakeholder yang terkait di dalamnya.
Untuk itu, sinergitas seluruh pihak sangat diperlukan dalam penyusunan strategi hingga eksekusi di lapangan, dalam upaya percepatan pengembangan EBT.
Wakil Gubernur NTB, Sitti Rohmi Djalillah, saat memimpin rapat koordinasi bersama jajaran PLN, mengatakan, bahwa program Co Firing, berupa penggunaan biomassa yang juga merupakan salah satu EBT sebagai bahan bakar substitusi batu bara dalam proses pembakaran di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), harus diteruskan.
Sebab, menurut Wagub, hal tersebut sejalan dengan tekad NTB untuk merealisasikan Net Zero Emission di tahun 2050, agar semakin kuat.
"Saya mengapresiasi langkah yang telah dilakukan PLN untuk mewujudkan hal tersebut. Jadi, kita sudah punya modalnya. Kita tidak mulai dari nol. Hutan produksinya ada, sampah juga ada. Tinggal bagaimana kita mengkoordinasikan semuanya supaya langsung jalan. Ini luar biasa," ujar Wagub, Selasa Petang (20/9).
Ia mendaku, bahwa tantangan terbesar untuk merealisasikan Net Zero Emission adalah sinergitas dan kolaborasi. Namun, Rohmi tetap optimis dan minimal akan ada empat tujuan besar yang dapat dicapai apabila upaya tersebut terealisasi, yakni percepatan perbaikan lahan kritis, menciptakan NTB hijau, Zero Waste dan juga pengembangan EBT.
Selain itu, lanjut Rohmi, industrialisasi dengan menciptakan peralatan baru serta pengoptimalan Sumber Daya Manusia juga dapat terwujud.
“Sekarang tinggal siapa melakukan apa supaya dari sekarang semuanya sudah mulai bisa berjalan. Bagaimana pemberdayaan masyarakatnya nanti. Jadi banyak hal yang akan bisa tergarap dengan hal ini," tegas Wagub..
Dalam rapat yang dihadiri oleh beberapa Kepala OPD di antaranya Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pertanian dan Perkebunan dan juga Kepala Bappeda NTB, PLN juga memaparkan sejumlah terobosan yang merupakan solusi untuk beberapa permasalahan yang terjadi di NTB, mulai dari lahan kritis, dan pengolahan sampah. Salah satunya dengan menciptakan program Hutan Energy - Integrated Farm, Green Energy.
Hutan Energi ini dirancang akan menghasilkan kayu untuk digunakan dalam proses Co Firing PLTU dan daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Tak hanya itu, kotoran dari ternak juga dapat diproses sebagai pupuk yang dapat dimanfaatkan kembali oleh para petani. keberadaan Hutan Energi ini akan mampu menciptakan sirkular ekonomi di daerah karena dampaknya akan dirasakan oleh seluruh bidang.
“Kami sangat senang. Respons Bu Wakil Gubernur luar biasa. PLTU sudah ada, hutan juga sudah ada, kita siap berkolaborasi," kata General Manager PLN Unit Induk Wilayah Nusa Tenggara Barat (UIW NTB), Sudjarwo.
Menurut dia, untuk program Co Firing di NTB, saat ini telah dijalankan di dua lokasi yakni PLTU Jeranjang dan PLTU Sumbawa Barat dengan menggunakan empat jenis biomassa, yaitu : pelet yang merupakan produk olahan sampah organik, sekam pagi, serbuk kayu dan bonggol jagung.
Di NTB sendiri, rasio EBT berada di angka 7.1% yang didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang tersebar di Pulau Lombok hingga Gili Tramena.
Sementara, potensi pengembangan EBT sendiri untuk saat ini adalah sebesar 254,6 MW. Di mana, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu memiliki kapasitas paling dominan, yakni di angka 145 MW, disusul Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi 40 MW.
"Selanjutnya, Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut 20 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa 20 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Air 18 MW," tandas Sudjarwo. (R/L..).