FOTO. Agus. |
MATARAM, BL - Langkah KPU RI yang mulai membolehkan kegiatan kampanye di lingkungan kampus pada pemilu 2024, menuai atensi akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Agus.
Menurut dia, kebijakan KPU RI yang merujuk pada Pasal 280 ayat 1 huruf H Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melarang penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, dirasa merupakan sebuah kemajuan demokrasi elektoral di Indonesia.
Terlebih, selama ini, sebagian publik memandang kampanye di kampus itu "haram", lantaran kampus merupakan lembaga pendidikan.
"Penjelasan Ketua KPU RI itu, perlu disambut baik oleh semua Rektor Perguruan Tinggi se-Indonesia. Hasil penelitian saya menemukan Perguruan Tinggi merupakan stakeholders Pemilu yang paling strategis posisinya dalam pendidikan pemilih dan sosialisasi pelaksanaan tahapan Pemilu," ujar Agus pada wartawan, Jumat (5/8).
Ia mendaku, bahwa hingga saat ini, publik masih menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap Perguruan Tinggi. Sebab, Perguruan Tinggi merupakan aktor yang paling netral dalam politik elektoral.
Selain itu, Perguruan Tinggi juga memiliki SDM yang banyak. Misalnya, untuk membedah visi, misi, dan program calon Presiden dan Partai Politik.
"Maka, menurut hemat saya kebijakan KPU RI ini perlu disambut hingga daerah. Salah satunya, KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota perlu membangun kolaborasi dengan Perguruan Tinggi untuk memfasilitasi bedah visi, misi program peserta Pemilu di atas basis misi bersama, yaitu pendidikan pemilih dan penguatan demokrasi," jelas Agus.
Peraih gelar Doktor Program Administrasi Publik Undip Jawa Tengah (Jateng) ini, menegaskan, bahwa peran Perguruan Tinggi dalam tata kelola Pemilu sebetulnya masih banyak. Selain dapat diperankan dalam kampanye, Perguruan Tinggi juga dapat diperankan dalam mendukung KPU menyelenggarakan pemungutan suara.
Agus mencontohkan bahwa, KPU bisa berkolaborasi dengan Perguruan Tinggi untuk membuat KKN Tematik Pemilu.
"Nah, di dalam program ini, mahasiswa KKN bisa menjadi salah satu atau dua saja dari 7 anggota KPPS. Peran mahasiswa sebagai anggota KPPS ini penting karena kerja administrasi KPPS itu berat, harus mengisi formulir rekapitulasi hasil yang begitu rumit dan melelahkan. Dengan adanya dukungan mahasiswa maka kerja KPPS bisa menjadi lebih ringan," jelas Agus.
Ia menambahkan, beberapa Perguruan Tinggi yang memiliki jurusan IT juga bisa berkolaborasi untuk menyebarkan mahasiswanya sebagai operator Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng).
"Jadi banyak sekali peran Perguruan Tinggi yang bisa dimanfaatkan oleh penyelenggara Pemilu kedepannya," tandas Agus. (R/L..).