FOTO. Inilah salah satu hewan ternak, sapi milik salah satu peternak di Gedung yang usai diberikan vaksinasi oleh petugas dari Disnakeswan NTB |
MATARAM, BL- Ditutupnya deretan pasar hewan ternak, serta kontrol ketat terhadap lalu lintas, seiring merebaknya penyakit mulut dan kuku (PMK) mulai berdampak di Kota Mataram.
Pedagang hewan ternak mengeluh, terkait banderol yang semakin tidak terkendali.
Satu di antara pedagang hewan ternak di Kota Mataram, Abah Farhad, mengatakan selama ini pihaknya memang harus memburu komoditas ke luar daerah, karena pasokan dari peternak di ibukota Provinsi NTB jelas tak mencukupi.
Namun, merebaknya PMK membuat jadi serba sulit."Harganya ngga karuan, karena pasaran tutup. Padahal kan Narmada, Lingsar, Kuripan dan Gerung di Kabupaten Lobar , atau di Pringgarata dan Bonjeruk di Kabupaten Loteng itu, pusat kita mengambil pasokan di kelompok ternak. Kalau sekarang ditutup, dagangan ngga ada. Mahal dan minim pasokan," ujar pedagang ternak asal Ampenan pada wartawan, Kamis (7/6).
Abah Farhad mengaku, lantaran ketiadaan stok dari sentra kelompok ternak yang di Lobar dan Loteng, pihaknya terpaksa harus mengambil stok dari petani di wilayah Kabupaten Lombok Timur bagian Utara hingga ke KLU.
Tetapi, harga yang tersedia pun sudah melonjak luar biasa.
Ia menegaskan, bahwa fenomena ini tidak pernah dijumpai. Yakni, banderol hewan ternak melonjak saat Idul Adha yang tinggal menghitung hari saat ini.
"Sekarang jadinya beli mahal dan jual mahal. Rata-rata di atas Rp18 juta juta untuk satu ekor sapi, padahal Idul Adha kurang dari dua hari. Fluktuasi harga yang cukup mahal sudah terjadi sejak dua bulan lalu. Dibandingkan tahun lalu, keuntungannya turun, sekarang dapat 100-150 ribu sudah bagus untuk satu ekor kambing. Sementara, harga hewan sapi keuntungannya pun tipis sekali," jelas Abah Farhad menegaskan.
Ia mendaku, jika perkembangan PMK terus berlarut, kemungkinan antusiasme masyarakat memburu hewan kurban di pedagang-pedagang perkotaan diyakini bakal semakin tinggi.
Sebab, ketika pasar-pasar besar ditutup, maka pilihannya pun makin tipis.
"Kita lihat dulu, bagaimana perkembangan PMK ini. Kalau pasar-pasar hewan itu benar-benar lockdown, otomatis daya tarik pembelian hewan di pedagang di kota bakal semakin tinggi itu nanti, khususnya dekat lebaran, ya, meskipun omzet kecil," tandas Abah Farhad.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Nanang, meminta Perum Bulog agar mau menyerap sapi atau kerbau milik peternak yang terpapar PMK agar dipotong bersyarat dan menjadi stok Bulog daripada harus mengimpor daging dari India untuk stok dalam negeri.
"Seharusnya selama momentum Idul Adha, peternak biasanya menikmati kenaikan harga 10 bahkan sampai 25% dari harga normal. Tapi karena adanya wabah PMK, mereka justru harus merasakan penurunan omzet antara 10 sampai 15%," jelas dia dalam siaran tertulisnya, Kamis (7/6).
"Kita meminta kepada pemerintah untuk sapi atau kerbau ini bisa menjadi buffer stock yang tadinya Bulog mengimpor daging kerbau India," sambung Nanang.
Ia menyebut ada dua keuntungan yang didapatkan jika Perum Bulog berkenan menyerap daging sapi atau kerbau milik peternak dalam negeri.
Pertama, Perum Bulog tidak perlu membuang-buang devisa untuk membeli daging impor dari India. Kedua, dengan cara ini diamini akan membantu para peternak yang kehilangan keuntungan dalam kondisi kedaruratan seperti ini.
"Karena jumlahnya sudah bergerak sangat banyak maka kita meminta kepada pemerintah melalui Perum Bulog untuk sapi ini bisa menjadi buffer stock," ungkap Nanang. (R/L..)