.
MATARAM, BL - Sebanyak delapan mahasiswa Universitas Pendidikan Mandalika (Undikma) Mataram bersama orang tuanya melakukan pertemuan dengan pihak civitas akademika dan yayasan setempat, Kamis (28/7).
Pertemuan dengan penuh suasana akrab dan kekeluargaan tersebut adalah upaya tindak lanjut atas terbitnya restoratif justice (RJ) dari pihak kepolisian yang telah membebaskan delapan mahasiswa yang sempat menjadi tersangka Polresta Mataram, lantaran diduga merusak fasilitas kampus saat unjuk rasa beberapa waktu lalu.
"Alhamdulillah, pertemuan ini adalah upaya tindak lanjut pascaterbitnya restoratif justice (RJ). Makanya, kami hadirkan para orang tua delapan mahasiswa untuk mendengarkan secara langsung penyebab kenapa sangsi pemberhentian sementara dilakukan oleh pihak kampus," ujar Rektor Undikma, Prof. Kusno, DEA dalam sambutannya.
Menurut dia, pihaknya tidak pernah sekalipun mempersulit mahasiswa. Namun lantaran, ada insiden yang tidak dapat ditolelir, lantaran aksi unjuk rasa tersebut sudah melampaui batas kewajaran, yakni adanya perusakan fasilitas kampus.
Terlebih, negara Indonesia menganut negara hukum yang semua tata kehidupan diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan, tentunya jika urusan menyangkut hukum. Salah satunya, perusakan fasilitas kampus, maka penuntasannya dilakukan melalui mekanisme penegakan hukum.
"Jadi, pada tanggal 21 Maret, kami sempat melaporkan kasus tersebut ke kepolisian lengkap dengan seluruh alat buktinya. Dan, dalam perjalanannya, sempat dilakukan penetapan tersangka terhadap delapan mahasiswa. Namun belakangan telah dilakukan RJ oleh kepolisian," jelas Prof Kusno.
Ia mendaku, bahwa pertemuan tindak lanjut kali ini, adalah cara dan langkah Undikma untuk membantu memberikan jalan terbaik bagi para mahasiswanya. Sebab, dari delapan mahasiswa yang sempat ditetapkan tersangka oleh aparat kepolisian, justru ada diantara mereka yang masuk semester akhir.
Untuk itu, jika status sangsi pemberhentian sementara tidak dicabut, maka mereka terancam tidak akan bisa mengikuti wisuda.
“Jadi hari ini, adalah momentum edukatif Undikma untuk membantu dan mencarikan solusi terbaik ke mahasiswa. Tujuannya, agar semua hak-haknya sebagai mahasiswa kita pulihkan dan kembalikan seperi sedia kalanya. Yakni, jika ada yang msih semester 2 dan 4, mereka bisa lanjut berkuliah. Sementara, yang sudah masuk semester akhir, tinggal menunggu saja waktu wisudanya," papar Prof Kusno.
Ia memastikan, bangunan Undikma sebagai sebuah institusi dan lembaga pendidikan tinggi di Provinsi NTB yang memokuskan pada sisi edukatif dan kekerabatan dengan kalangan mahasiswa dan orang tuanya selama ini, sejatinya telah ditunjukkan dengan menyikapi penanganan kasus delapan mahasiswa tersebut.
"Sikap kami sedari awal jelas, ingin membantu delapan orang mahasiswa untuk bisa melanjutkan aktifitas perkuliahannya. Tapi dengan menggunakan prosedur, aturan dan tahapan-tahapan. Hal ini karena kiita ingin ada sinergi tidak terjadi ‘kecelakaan’ seperti kemarin. Menyampaikan pendapat tetap kita hargai, tapi kalau melalui batas kita serahkan ke ranah hukum,” tegas Prof Kusno merincikan.
Ia menegaskan, bahwa pihaknya bersama delapan mahasiswa telah sepakat berdamai di kepolisian. Selain itu, mahasiswa dengan kesadaran mereka sendiri juga telah bersedia minta maaf.
Hanya saja, lanjut Prof Kusno, jika mahasiswa tersebut kembali melakukan aksi serupa, tentunya pihak kepolisian akan terbuka kembali untuk menerima laporan.
"Jadi, dengan keluarnya RJ kepolisian, maka Undikma akan mencabut SK pemberhentian sementara delapan mahasiswa yang dikeluarkan sebelumnya. Maka, saya selaku rektor dihadapan Ketua Yayasan sudah barang tentu, akan mengembalikan status mahasiswa dan hak layanan akademik dan administratif akan dikembalikan kembali melalui sebuah SK," jelas dia.
Prof Kusno berharap kasus tersebut menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan sinergi ke depannya antara kampus dan mahasiswa.
“Kita telah ada pembelajaran, berharap ada sinergi bagaimana komunikasi yang baik,” ucap dia.
Sementara itu, Kepala Biro Humas Undikma Mataram, Ismail Marzuki, menjelaskan, bahwa pilihan kampus untuk melaporkan delapan mahasiswa ke Polres Mataram, lantaran keterpaksaan.
Sebab, aksi mahasiswa saat berunjukrasa dilakukan dengan merusak fasilitas dan mengeluarkan hujatan terhadap rektor dan civitas akademika lainnya.
“Yang pasti, Undikma ini adalah bukan kampus antikritik. Tapi sekali lagi, ini atas dasar keterpaksaan, karena sudah sering rektor dimaki, disumpah dengan kata-kata kotor yang tidak melambangkan mahasiswa sebagai kaum cerdik cendikia,” ungkap dia.
Ismail mendaku, bahwa pelaporan ke aparat kepolisian, beberapa waktu lalu, lebih pada sejumlah pertimbangan dengan sangat panjang.
Untuk itu, kehadiran para orang tua delapan mahasiswa tersebut juga dihadirkan kali ini, agar mereka tahu alasan kenapa pihak rektorat Undikma melaporkan mahasiswanya.
"Pak Rektor dan Yayasan memahami akan sikap kebatinan para orang tua, makanya mereka kita undang untuk tahu, bahwa pilihan untuk melaporkan itu ada dasar yang kuat, yakni ada perusakan dengan ungkapan kotor yang enggak lazim dilakukan di lembaga pendidikan. Itupun sebenarnya sebuah keterpaksaan setelah mempertimbangkan segala sesuatu sangat panjang,” jelas Ismail.
"Yang pasti, Undikma mempersilahkan mahsiswa kritis dan enggak akan melarang aksi unjuk rasa. Tapi, jangan sampai merusak dan ucapkan kotor yang enggak baik," sambung dia.
Seorang mahasiswa yang sebelumnya menjadi tersangka, Andri Sahria, membacakan pernyataan sikap yang mengakui perusakan fasilitas kampus dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
“Saya menyampaikan terimakasih dan saya mengaku telah melanggar kode etik di Undikma yaitu mengucapkan kalimat tidak elok kepada dosen,” ungkapnya.
“Saya telah menyampaikan berita tidak mendasar dengan tujuan kampus antikritik dan anti demokrasi. Padahal kampus tidak pernah melarang unjuk rasa,” sambung Andri.
Ia lantas berjanji tidak mengulangi perbuatan serupa dan siap diberhentikan dari kampus jika di kemudian hari mengulangi perbuatannya.
“Saya berjanji tidak mengulangi perbuatan melanggar hukum dan kode etik. Apabila mengulangi saya siap menerima sanksi pemberhentian tetap dari Undikma dan diproses hukum,” tegas Andri.
Terpisah, Ketua Yayasan Undikma, H.Lalu Rusmiady, menambahkan bahwa kerusakan fasilitas kampus yang dilakukan oleh delapan mahasiswa saat aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu, tak terlalu dipersoalkannya.
"Kalau misalanya mahasiswa itu mampu memperbaiki segala kerusakan ya silahkan. Tapi, jika enggak mampu ya enggak apa-apa. Ini karena Undikma ingin menjadi kampus yang edukatif dan bersahabat dengan siapapun," tandas Rusmiady. (R/L..).