FOTO. Ketua APPMI HM. Muazzim Akbar (tengah) saat berdiskusi dengan Kadisnaketrans NTB. |
MATARAM, BL - Asosiasi Pengusaha Pekerja Migran Indonesia (APPMI) menilai, pengiriman pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia, merupakan solusi untuk memulihkan kondisi perekonomian daerah pascapandemi Covid-19.
Meski demikian, pengiriman PMI harus menaati prosedur yang sudah ditetapkan. Salah satunya, perusahan yang akan mengirimkan PMI harus mengantongi job order atau yang lazim dikenal dengan Demand Letter yang diterbitkan perusahaan Malaysia yang ditujukan ke Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia.
Ketua APPMI HM. Muazzim Akbar mengatakan, bahwa Demand Letter itu sangat krusial dimiliki oleh semua perusahaan pengiriman PMI. Sebab, hal itu tertera dengan detail, terkait jumlah PMI yang dibutuhkan, sektor pekerjaan dan termasuk gaji bagi para PMI selama berada di Malaysia.
"Itu semua bisa dilacak secara online di Kedutaan. Nah setelah itu ada, maka Badan Perlindungan PMI akan mengeluarkan izin perekrutan yang ditembuskan ke Disnaker Provinsi dan kabupaten/kota. Serta, tahap berikutnya baru pengurusan dokumen Imigrasi, cek kesehatan dan lain-lain," ujar Muazzim pada wartawan, Selasa (21/6).
Menurut dia, sejauh ini untuk pengiriman PMI ke Malaysia, khususnya sektor perkebunan, negara Indonesia bersaing ketat dengan delapan negara lainnya di dunia. Padahal, di bawah tahun 2014 lalu, Indonesia menjadi dua negara pemasok utama bersama Bangladesh yang menjadi pengiriman PMI terbesar ke Malaysia.
Namun belakangan, mulai diatas tahun 2015, ada tujuh negara lainnya, yakni India, Nepal, Srilangka, Kamboja, Filipina, China dan Thailand sebagai saingan Indonesia.
"Sejak dibukanya kran pengiriman PMI tidak lagi dua negara (Indonesia dan Bangladesh), maka saingan kita tambah ketat untuk pengiriman PMI ke Malaysia. Inilah pemicu pengiriman PMI asal NTB juga kian merosot," jelas Muazzim.
Tercatat, kata Muazzim, angka pengiriman PMI di bawah tahun 2014 lalu, adalah sekitar 60 ribu orang PMI NTB, utamanya dari Pulau Lombok yang diberangkatkan ke Malaysia.
Namun, angka itu terus merosot mencapai hanya 11 ribu orang di tahun 2019 lalu. "Wajarlah, dampaknya ke PAD NTB juga merosot terkait uang remitansi PMI," kata dia.
Oleh karena itu, dalam kondisi pemulihan ekonomi saat ini, Muazzim mengingatkan pada jajaran Pemprov NTB untuk fokus pada pengiriman PMI prosedural ke negara Malaysia.
Sebab, hampir seluruh perusahaan di Malaysia yang bergerak di sektor perkebunan, umumnya sangat menyukai para PMI asal NTB.
"Kesukaan perusahaan Malaysia pada warga NTB karena faktor yang utama itu, adalah mereka rajin bekerja dan kompak. Hal lainnya, juga karena kita ini serumpun yang sama budaya dan bahasa, sehingga memudahkan untuk berkomunikasi," tegas dia.
Muazzim menambahkan, dengan tawaran gaji pokok mencapai 1.500 Ringgit, atau setara Rp 5,5 juta per bulan yang belum termasuk uang lembur dan fasilitas lainnya. Tentunya, opsi pengiriman PMI asal NTB harus dilakukan Pemprov dalam kondisi ekonomi yang lesu saat ini.
"Kalau saya ketimbang mengembangkan sektor pariwisata yang butuh waktu panjang, sebaiknya sektor PMI ini yang digenjot dalam waktu singkat. Tapi syaratnya, harus PMI prosedural. Ini agar keluarga yang ditinggalkannya juga nyaman dan aman, serta pemilihan ekonomi bisa berjalan cepat di daerah," papar Muazzim Akbar.
Dalam kesempatan itu. Ia mendaku bahwa, pihaknya sudah berkeliling ke sejumlah sentra PMI di NTB, umumnya mereka menghendaki persoalan birokasi dipermudah.
"Disinilah tugas pemerintah daerah memastikan hal itu. Prinsipnya PMI siap melawan godaan calo asal mereka dipermudah suaranya sesuai aturan yang berlaku di negara Indonesia," tandas Muazzim Akbar. (R/L..).